REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Presiden Joko Widodo memaparkan jadwal pemindahan ibu kota baru yang dimulai dari pembentukan Badan Otorita Ibu Kota paling lambat Januari 2020. "Badan Otorita Ibu Kota paling lambat Januari (2020) sudah selesai," kata Presiden Joko Widodo dalam acara diskusi bersama wartawan di Balikpapan, Kaltim, Rabu (18/12).
Selanjutnya akan dilakukan pembahasan undang-undang yang mendukung pendirian ibu kota negara. Undang-undang itu masuk dalam omnibus law.
"Lalu revisi UU terkait ibu kota seingat saya ada 14 UU ibu kota dalam omnibus law saya targetkan 3 bulan setelah Januari selesai," kata Presiden.
Selanjutnya pada Juni 2020, Detail Engineering Design (DED) sudah rampung karena pada akhir Desember 2019 gagasan besar untuk desain sudah masuk ke hal yang lebih mendetail. "Kemudian langsung dilakukan land clearing dan pembangunan infrastruktur dasar sehingga kita harapkan tahun depan sudah mulai pembangunan gedung-gedungnya terutama akan diselesaikan untuk gedung-gedung pemerintahan lebih dulu sehingga klaster pemerintahan yang kita harapkan 2023 sudah bisa diselesaikan," jelas Presiden.
Pararel dengan pembangunan klaster pemerintah, dilakukan juga pembangunan sarana transportasi umum, air dan listrik.
"Saya kira semua pararel. Kita harapkan klaster pemerintahan ini bisa diselesaikan dalam waktu 4 tahun, sedangkan untuk klaster lain kita ajak PPP (Public Private Partnership), KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha), mengajak, swasta baik di klaster pendidikan, klaster kesehatan, klaster riset dan inovasi termasuk nanti BUMN dan kawasan bisnis dan semi bisnis sehingga itu juga akan dikerjakan secara pararel, kira-kira gambaran besarnya itu," ungkap Presiden.
Pemindahan Ibu kota baru butuh anggaran sekitar Rp 466 triliun yang efektif mulai 2024.
Untuk memindahkan ibu kota, ada 9 UU yang harus direvisi untuk mewujudkan rencana tersebut. Setidaknya ada lima UU yang perlu direvisi, dua UU bisa direvisi atau dibuat baru, dan dua UU harus dibuat baru.
Lima UU yang perlu direvisi ialah UU No 29/2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan RI, UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU No 3/2002 tentang Pertahanan Negara, UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, dan UU No 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Dua UU yang bisa direvisi atau dibuat baru adalah UU tentang Penataan Ruang di Ibu Kota Negara dan UU tentang Penataan Pertanahan di Ibu Kota Negara. Sementara itu, UU yang benar-benar harus dimulai sejak awal adalah undang-undang tentang nama daerah yang dipilih sebagai ibu kota negara dan UU tentang kota.
Mobil yang membawa Presiden Joko Widodo melewati jalan berlumpur saat meninjau lokasi rencana ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019).
Ibu Kota Hijau
Presiden juga sudah memiliki bayangan ibu kota baru seperti apa. Ia menginginkan ibu kota baru menjadi kawasan hijau dan penuh oksigen.
"Kawasan itu akan menjadi kawasan yang hijau dan penuh dengan oksigen, tidak ada polusi tidak ada limbah, yang ada adalah banyak orang berjalan kaki, banyak orang naik sepeda, banyak orang naik transportasi umum, bebas emisi, yang ada adalah mobil-mobil listrik yang sudah 'zero emission' saya kira bayangannya itu," kata Presiden Joko Widodo.
Kemarin, Selasa (17/12), Presiden meninjau calon lokasi ibu kota negara di kawasan konsesi hak pengusahaan hutan (HPH) PT International Timber Corporation in Indonesia (ITCI), Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. "Setelah melihat kemarin, justru kalau kita bawa ke urban planner atau arsitek ke lokasi, kalau ditanya saya jamin mereka akan senang sekali dengan kondisi naik turun seperti itu karena akan lebih cantik dan indah dibanding kalau hanya datar saja. Saya pastikan itu," tambah Presiden.
Lokasi calon ibu kota baru berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kontur lokasi memang berbukit-bukit karena merupakan bekas hutan tanaman industri seluas 256 ribu hektare dengan kawasan inti seluas 56 ribu hektare.
Nantinya ibu kota baru akan terbagi menjadi sejumlah klaster. Yaitu klaster pemerintahan seluas 5.600 hektare, klaster kesehatan, klaster pendidikan serta klaster riset dan teknologi.
"Selain itu Sepaku dan Balikpapan dapat dikatakan dekat sekali. Kemarin kita memang jalan memutar selama 2,5 jam tapi kalau tol sudah jadi maka dapat dilangsungkan dari Balikpapan ke Sepaku paling 30 menit sampai," ungkap Presiden.
Tol yang menyambungkan antara Balikpapan dan ibu kota baru itu rencananya akan dibangun mulai 2020. "Yang ketiga ibu kota itu menghadap teluk, ke teluk mungkin 20-30 menit dekat sekali, artinya itu lebih mempercantik kawasan itu. Ini adalah kawasan hutan industri yang akan lebih dihijaukan dan saya sudah perintahkan menteri kehutanan dibuat kebun bibit 'nursery', 100 hektare yang mungkin memuat jutaan bibit di situ," jelas Presiden.
Selain itu, Presiden Jokowi juga optimis konservasi lingkungan akan menjadi daya tarik ibu kota baru.
"Bibit mangrove juga kita siapkan. Kita ingin memperbaiki lingkungan karena sudah banyak yang rusak dan ini akan menjadi daya tarik bagi ibu kota ini, seperti ada kawasan konservasi bekantan," tambah Presiden.
Selain itu Presiden juga menargetkan pembibitan sejumlah pohon baik yang cepat tumbuh maupun pohon-pohon asli. "Bu Siti (Nurbaya) juga sudah siapkan kebun bibit seluas 100 hektare. Ini baru mencari tempat yang datar sehingga akan disiapkan bibit baik yang 'fast growing' seperti ekaliptus, akasia tapi juga ada pohon-pohon asli di sini seperti kampar, kapur, ulin, bengkirai," jelas Presiden.
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor (kanan) saat meninjau lokasi rencana ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019).
Kondisi Geografis
Ibu kota akan dipindah ke sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim). Lalu, bagaimana kondisi kedua kabupaten tersebut ditinjau dari segi geografi, infrastruktur, hingga ekonomi?
Di Kabupaten PPU, lokasi ibu kota bakal berada di Kecamatan Sepaku. Menilik data Badan Pusat Statistik (BPS), kabupaten ini memiliki luas 3.333,06 km persegi dengan jumlah penduduk 159.386 jiwa pada 2018.
Dari segi infrastruktur, Kabupaten PPU baru memiliki jalan dengan panjang mencapai 1.287 km. Sebagian besar jalan yang ada masih berupa jalan kerikil, yakni mencapai 570,83 km, sedangkan yang sudah berupa jalan aspal sepanjang 212 km.
Seperti kebanyakan daerah di Kaltim, PPU mengandalkan sumber daya alam sebagai pendorong pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB). Sektor pertambangan dan penggalian menduduki peringkat pertama sebagai pendorong pertumbuhan, menyusul pertanian, dan industri pengolahan.
Nilai PDRB Kabupaten PPU sendiri tidak terlampau besar dibanding kabupaten lain di Kaltim. Per 2018, PDRB Penajam Paser Utara sebesar Rp 6,6 triliun dengan laju pertumbuhannya 1,24 persen.
Sementara, Kutai Kartanegara merupakan kabupaten dengan nilai PDRB yang lebih besar ketimbang Penajam Paser Utara. Tak heran, di kabupaten ini, industri pertambangan dan migas berkembang pesat.
Kabupaten yang banyak dihuni pendatang dari Jawa, Bugis, Banjar, Madura, hingga Buton ini memiliki luas wilayah 27.263 km persegi. Jumlah penduduknya 735.016 jiwa per 2018.
Menurut data BPS, nilai PDRB Kutai Kartanegara per 2017 sebesar Rp 118,6 triliun dengan laju pertumbuhan 1,36 persen. Sejumlah perusahaan migas multinasional juga masih beroperasi di kabupaten ini, seperti VICO Indonesia dan Chevron Indonesia Company. Sementara itu, perusahaan migas asal Prancis, Total E&P Indonesie, sudah lebih dulu ganti baju menjadi Pertamina Hulu Mahakam pada 2018 lalu.
Sementara jika berbicara Kaltim secara keseluruhan, provinsi ini memiliki luas 127.346,92 km persegi dengan jumlah penduduk 3,6 juta jiwa. Sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi penggerak PDRB terbesar bagi provinsi ini.
Infografis Ibu Kota Baru.