Kamis 19 Dec 2019 00:01 WIB

70 Persen dari 56 Negara Muslim Bisa Diklasifikasikan Miskin

Ada sejumlah faktor yang jadi penghambat kemajuan negara-negara Muslim ini.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Andi Nur Aminah
Muslim Rohingya, negara Muslim yang jatuh miskin akibat konflik (ilustrrasi)
Foto: Nyunt Win/EPA EFE
Muslim Rohingya, negara Muslim yang jatuh miskin akibat konflik (ilustrrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Associate Profesor di bidang Geostrategi di Universiti Teknologi Malaysia (UTM), Dr Azmi Hassan, menyebut sekitar 60 hingga 70 persen dari 56 negara Muslim di dunia dapat diklasifikasikan sebagai negara miskin. Ia lantas menyebutkan sejumlah faktor penghambat kemajuan negara-negara Muslim ini.

Menurutnya, konflik, perang, tata pemerintahan yang lemah, korupsi, dan kurangnya integritas menjadi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor ini tidak hanya berputar di sekitar negara-negara Muslim miskin, tetapi juga yang kaya. "Untuk negara miskin yang dilanda konflik dan perang, pemerintah lebih fokus pada penyelesaian konflik daripada membangun negara," kata Azmi, dilansir di Bernama, Rabu (18/12).

Baca Juga

Sementara untuk negara tanpa konflik, Azmi mengatakan pemerintah akan menghadapi masalah pengelolaan dana karena kekayaan negara tidak digunakan untuk memastikan bahwa negara akan terus makmur dan tumbuh, tetapi dihabiskan untuk kepentingan para pemimpin itu. Ia percaya bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara Muslim tertentu yang kaya setara dengan PDB negara-negara Skandinavia yang kaya. Akan tetapi, kata dia, kualitas hidup masyarakatnya sangat berbeda.

Dalam hal ini, ia mengatakan bahwa negara-negara Muslim yang kaya perlu mengelola pendapatan mereka dengan baik dengan cara memperluas investasi untuk memajukan negara. Masalah pembangunan ini adalah salah satu topik yang dibahas pada KTT Kuala Lumpur 2019, yang dimulai hari ini hingga Sabtu mendatang.

Sementara itu, dosen Fakultas Hukum, Pemerintah dan Studi Internasional, di Universiti Utara Malaysia (UUM), Prof Dr Ahmad Marthada Mohamed, mengatakan semua upaya untuk mencegah dan mengekang masalah yang terjadi di negara-negara Muslim harus dimulai dengan pemilihan pemimpin yang bersih dengan tingkat integritas yang tinggi. Menurutnya, negara Muslim membutuhkan pemimpin yang lebih berkomitmen dan lebih bersih.

"Di negara Muslim mana pun, kami tidak membutuhkan pemimpin yang korup yang menyalahgunakan kekayaan negara untuk keuntungan pribadi," katanya. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement