Rabu 18 Dec 2019 23:22 WIB

Puan Respons Usulan RUU Provinsi Bali

RUU Provinsi Bali merupakan Revisi UU Pembentukan Daerah Tingkat I Bali, NTB, NTT.

Ketua DPR RI Puan Maharani.
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Ketua DPR RI Puan Maharani.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani mendukung usulan dari Rancangan Undang-Undang Provinsi Bali masuk ke Prolegnas DPR. RUU Provinsi Bali merupakan Revisi UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Bali, NTB, NTT.

 

"Saya mendukung usulan RUU Provinsi Bali ke Prolegnas. Saya minta kepada anggota Dewan untuk mengawalnya hingga ke pembahasan selanjutnya," kata Puhan Maharani saat kunjungan kerja DPR ke Provinsi Bali, Rabu (18/12).

Dalam usulan RUU tersebut, kata Puan, cukup banyak yang sudah tercatat, yakni 248 usulan. Namun, pembahasannya dilakukan secara bertahap.

"Untuk ditetapkan RUU tersebut perlu suatu proses dan kajian. Setelah itu, baru masuk dalam pembahasan selanjutnya," kata politikus PDIP.

Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster meminta dukungan kepada Ketua DPR RI Puan Maharani agar RUU Provinsi Bali bisa dibahas dalam Program Legislasi Nasional prioritas pada 2020.

"Saya ingin memproteksi Bali, salah satunya melalui RUU Provinsi Bali. Dari RUU ini, Bali bisa membangun dengan karakter alam, manusia dan budaya lokalnya. Untuk itu, saya mohon dukungan DPR RI agar RUU ini bisa masuk Prolegnas 2020. Meskipun saat ini RUU Provinsi Bali berada di nomor urut 162 dalam Daftar Tunggu Prolegnas, tapi saya ingin agar RUU ini bisa segera disetujui," kata Koster.

Setelah sebelumnya berhasil mengantongi dukungan tertulis dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti, maka kemudian saat bertemu Ketua DPR RI Puan Maharani digunakan Gubernur Koster untuk memohon dukungan dari DPR RI. Koster mengemukakan Provinsi Bali dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur yang masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

Menurut Gubernur asal Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng itu, materi dalam undang-undang tersebut sudah kurang sesuai lagi dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta kurang mampu mengakomodasi kebutuhan perkembangan zaman dalam pembangunan daerah Bali. Saat ini, berbagai kebijakan telah diambil untuk menjaga alam dan budaya Bali, di antaranya kebijakan pembatasan timbunan sampah plastik sekali pakai, sedotan dan styrofoam yang tertuang dalam Pergub Nomor 97 Tahun 2018.

Lalu, Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih, dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 48 Tahun 2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Selain itu, terkait dengan pelestarian budaya, telah dibuat kebijakan Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali.

"Seperti kita ketahui, Bali merupakan daerah yang lain daripada daerah lainnya di Indonesia. Bali terkenal akan budayanya, sehingga hal ini menjadi perhatian. Karena Bali ini tidak memiliki tambang, batu bara serta yang lainnya," katanya lagi.

Bali, ujar Koster, hanya mengandalkan alam dan budaya. Karena itu, pihaknya telah membuat kebijakan yang bertujuan untuk membenahi alam, manusia dan kebudayaan Bali untuk menyelaraskan dan menjaga keharmonisan pembangunan di Bali agar berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat Bali.

"Bali dengan kekayaan dan keunikan budaya serta kearifan lokalnya, menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat dunia, sehingga Bali menjadi destinasi nomor satu di dunia. Untuk itu, kita harus menjaga semua ini," ujarnya pula.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement