REPUBLIKA.CO.ID, WARSAWA -- Mahkamah Agung Polandia memperingatkan Polandia mungkin harus meninggalkan Uni Eropa (UE) karena proposal reformasi peradilannya. Proposal tersebut memuat bahwa hakim akan diberhentikan jika mempertanyakan reformasi peradilan pemerintah.
Dilansir BBC, hakim mengatakan propasal tersebut mengancam keutamaan hukum UE. Hal itu juga bisa menjadi upaya untuk membungkam peradilan di Polandia.
Polandia telah dirujuk ke Pengadilan Eropa (ECJ) terkait aturan hakim. Di bawah proposal yang diajukan oleh pemerintah Partai Hukum dan Keadilan yang konservatif secara soial, hakim dapat dihukum karena terlibat dalam kegiatan politik.
Setiap hakim yang mempertanyakan keabsahan hakim yang dicalonkan oleh Dewan Nasional Kehakiman dapat dikenai denda atau dalam beberapa kasus diberhentikan. Politisi akan mulai membahas proposal ini pada Kamis (19/12).
Partai yang berkuasa mengklaim perubahan pada hukum diperlukan untuk mengatasi korupsi dan merombak sistem peradilan yang masih dibayangi era komunis. Namun, UE menuduh Hukum dan Keadilan (PiS) mempolitisasi peradilan sejak berkuasa pada 2015.
Mahkamah Agung mengatakan partai itu merusak prinsip keutamaan hukum UE atas hukum nasional. "Kontradiksi antara hukum Polandia dan UE kemungkinan besar akan mengarah pada intervensi oleh lembaga-lembaga UE mengenai pelanggaran perjanjian UE dan dalam jangka panjang [akan menyebabkan] kebutuhan untuk meninggalkan Uni Eropa," kata MA dalam sebuah pernyataan dikutip BBC, Kamis (19/12).
MA juga mengatakan RUU yang diusulkan "jelas" dirancang untuk memungkinkan Presiden Andrzej Duda untuk memilih kepala pengadilan baru sebelum pemilihan presiden pada Mei. Ketua pengadilan, Profesor Malgorzata Gersdorf, menyamakan proposal partai yang memerintah dengan hari-hari darurat militer pada 1981 di Polandia yang komunis.
"Karena itu saya akan meminta agar kebencian terhadap hakim dan pengadilan berhenti digunakan sebagai senjata dalam perebutan kekuasaan. Terutama karena represi, seperti pada 1981, akan menjadi ekspresi sedih dari ketidakberdayaan daripada manifestasi kekuatan," tulisnya dalam pernyataan di situs web pengadilan.
Dalam aturannya, hakim-hakim Polandia dicalonkan oleh Dewan Yudisial Nasional (NCJ), sebuah badan yang seharusnya menjaga independensi peradilan. Hingga saat ini terdiri dari mayoritas hakim yang dipilih oleh rekan-rekan sendiri.
Namun, pada 2018 partai yang berkuasa mengubah undang-undang sehingga mayoritas hakim yang duduk di NCJ ditunjuk oleh majelis rendah parlemen, yang dikendalikan oleh PiS. NCJ Polandia memiliki keanggotaan Jaringan Dewan Eropa untuk Kehakiman ditangguhkan dengan alasan itu tidak lagi independen secara politik.
Awal bulan ini, Polandia disemuti oleh ribuan orang yang melakukan protes di kota-kota besar dan kecil untuk menunjukkan solidaritas kepada hakim yang sedang menghadapi intimidasi. Mereka menyerukan dipulihkannya kembali satu hakim, Pawel Juszczyszyn, yang diberhentikan dari jabatannya karena mempertanyakan penunjukan hakim lain oleh NCJ.
PiS memang kerap dikenal sebagai anti-UE. Akhir April lalu, Partai oposisi terbesar di Polandia berulang kali memperingatkan jika PiS kembali berkuasa mereka dapat mengeluarkan negara itu dari blok Eropa. PiS memang kerap berselisih dengan UE.
Mereka sering tidak sependapat dengan Komisi Eropa yang menangani pengadilan Polandia sejak 2016 lalu. Sebagian besar negara-negara UE mendukung komisi tersebut.
Uni Eropa khawatir dengan pemerintah Polandia yang mencemooh standar dasar demokrasi negara berpenduduk 38 juta orang ini. UE pun meluncurkan prosedur yang belum pernah dilakukan sebelumnya untuk melihat apakah Polandia masih mematuhi hukum atau tidak.
PiS juga berselisih dengan UE tentang aturan perlindungan lingkungan dan imigrasi. Partai populis itu juga kerap menyerang negara-negara demokratis.