Kamis 19 Dec 2019 09:12 WIB

Trump Minta Doa ke Pendukungnya Hadapi Pemakzulan

Donald Trump meminta doa para pendukungnya untuk hadapi pemungutan suara pemakzulan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Donald Trump meminta doa para pendukungnya untuk hadapi pemungutan suara pemakzulan. Ilustrasi.
Foto: Manuel Balce Ceneta/AP Photo
Donald Trump meminta doa para pendukungnya untuk hadapi pemungutan suara pemakzulan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta para pendukung untuk mendoakan dia, Rabu (18/12) waktu setempat. House of Representative memulai pemungutan suara atas dua dakwaan pemakzulan terhadap presiden.

"Bisakah Anda percaya bahwa saya akan dimakzulkan oleh Radikal Kiri, Jangan Lakukan Apa-Apa Demokrat, DAN AKU TIDAK MELAKUKAN SALAH! Hal yang mengerikan. Baca Transkrip," cicit Trump di Twitter seperti dikutip Anadolu Agency, Kamis (19/12).  "Ini seharusnya tidak pernah terjadi pada Presiden lain lagi. Katakanlah DOA!," cicitnya menambahkan.

Baca Juga

House yang dikontrol Demokrat akan memilih apakah akan memakzulkan Trump atas dua dakwaan. Pertama, karena menyalahgunakan kekuasaan presidensial dengan mendorong Ukraina untuk membantu dirinya sendiri secara politis. Kedua, dakwaan bahwa Trump menghalangi Kongres dengan menghalangi penyelidikan selanjutnya.

Tidak ada anggota dari partai Republik diharapkan untuk memilih untuk memakzulkan Trump. Jika pemungutan suara berjalan seperti yang diharapkan, maka akan dimulainya lagi untuk persidangan Trump di Senat.

Di sana, dua pertiga suara anggota diperlukan untuk mengeluarkan Trump dari Oval Office, yang berarti mayoritas Republik di majelis tinggi dapat dengan mudah memblokir Demokrat. Senat diisi mayoritas Republik.

House melancarkan proses pemakzulan terhadap Trump pada 24 September menyusul klaim oleh whistleblower bahwa panglima tertinggi berusaha menekan Ukraina untuk ikut campur dalam pemilihan presiden AS 2020. Dalam panggilan telepon 25 Juli, Trump diduga menahan 391 juta dolar AS dalam bantuan militer untuk membantu Ukraina memerangi separatis yang didukung Rusia.

Kemudian pertemuan Gedung Putih yang didambakan untuk Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bergantung pada pengaturan "quid pro quo". Sebagai imbalannya, Zelensky seharusnya membuka penyelidikan korupsi ke mantan Wakil Presiden Joe Biden dan putranya, Hunter, yang bertugas di dewan perusahaan gas Ukraina, Burisma, serta menjadi dugaan campur tangan Ukraina dalam pemilihan umum AS 2016.

Biden adalah kandidat utama dalam perhelatan pilpres untuk memenangkan nominasi Demokrat dan menantang Trump pada 2020. Trump, seorang dari Partai Republik telah menuduh Demokrat membuang-buang waktu dan mengatakan penyelidikan sebagai "perburuan penyihir".

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement