REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah menyatakan program mitigasi bencana yang terus dilakukan oleh instansi terkait di provinsi setempat menjadi salah satu program prioritas Pemerintah Aceh.
"Aceh merupakan daerah rawan terjadinya bencana alam, karenanya Pemerintah Aceh melalui Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) menempatkan program upaya penanggulangan dan pengurangan dampak risiko bencana menjadi salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)," katanya di Banda Aceh, Rabu (18/12). Pernyataan itu disampaikannya di sela-sela menjadi pembicara pada Muzakarah Kebencanaan Cendikiawan Muslim I yang digelar Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) di Banda Aceh.
Ia menjelaskan seiring penanggulangan bencana sebagai salah saru program prioritas dari Pemerintah Aceh, maka alokasi anggaran untuk kegiatan tersebut akan terus ditingkatkan setiap tahunnya oleh pemerintah setempat. Ia menyebutkan, BPBA mencatat sepanjang tahun 2019 setidaknya ada 693 bencana yang melanda Aceh, seperti tanah longsor, banjir luapan, banjir bandang, kebakaran hutan, dan gempa.
Dalam kesempatan tersebut, Nova memberikan apresiasi kepada Unsyiah yang telah menggelar muzakarah kebencanaan, karena melalui kegiatan tersebut dapat memperbaharui pengetahuan seluruh elemen di Aceh dalam rangka menguatkan mitigasi bencana.
"Kamiberharap, perguruan tinggi terus melakukan riset, sehingga skema-skema tentang penanggulangan bencana betul-betul dapat memberi manfaat untuk masyarakat Aceh," katanya Nova.
Rektor Universitas Syiah Kuala, Prof Samsul Rizal, mengatakan pengetahuan tentang mitigasi bencana perlu disebarkan kepada seluruh masyarakat Aceh sehingga upaya mengurangi dampak bencana dapat terwujud di masa mendatang.
"Kami berharap melalui kegiatan ini juga ulama, umara, dan akademisi memberikan rekomendasinya terkait upaya mengurangi dampak risiko bencana,"kata Samsul.
Kegiatan Muzakarah kebencanaan tersebut juga menghadirkan pembicara dari unsur ulama, yaitu Prof. Yusni Sabi dari UIN Ar-Raniry dan Tengku H. Faisal Ali dari Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh.