Kamis 19 Dec 2019 12:15 WIB

KTT Kuala Lumpur Dihadiri 56 Negara Muslim

KTT Kuala Lumpur platform berdiskusi tentang isu-isu yang dihadapi dunia Muslim.

KTT Kuala Lumpur Dihadiri 56 Negara Muslim. Menara kembar Petronas dan gedung-gedung bertingkat di Kuala Lumpur, Malaysia (ilustrasi).
KTT Kuala Lumpur Dihadiri 56 Negara Muslim. Menara kembar Petronas dan gedung-gedung bertingkat di Kuala Lumpur, Malaysia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Konferensi Tingkat Tinggi Kuala Lumpur (KL Summit), yang berlangsung di Kuala Lumpur Convention Center (KLCC) pada 19 - 21 Desember 2019, dihadiri oleh 450 delegasi dari 56 negara Muslim di dunia.

Berdasarkan informasi dari pusat layanan media KL Summit, Kamis (18/12), sejumlah kepala negara menghadiri makan malam penyambutan pada Rabu malam (18/12), termasuk Emir Qatar Syeikh Tamim bin Hamad al-Thani, Presiden Republik Turki Recep Tayyip Erdogandan Presiden Republik Islam Iran Hassan Rouhani.

Baca Juga

Indonesia diwakili oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Uzbekistan diwakili oleh Rustam Kasimov. Raja Salman dari Arab Saudi tidak hadir pada jamuan tersebut sedangkan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan memilih absen pada menit-menit terakhir.

KL Summit, yang mengambil tema "Peranan Pembangunan Dalam Akses Kedaulatan Negara", tersebut dibuka oleh Raja Malaysia atau Yang Dipertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah di Plenary Hall KLCC, Kamis. Sebagaimana dihimpun dari pusat layanan media, KTT Kuala Lumpur itu adalah platform internasional bagi para pemimpin, intelektual, dan cendekiawan Muslim dari seluruh dunia untuk berdiskusi dan bertukar gagasan tentang isu-isu yang dihadapi dunia Muslim.

Pada November 2014, KTT pertama diadakan di Kuala Lumpur dengan menyatukan menyatukan tokoh-tokoh Muslim terkenal. Perdana Menteri Malaysia Tun Mahathir Mohamad, yang juga Ketua KL Summit, mengatakan KTT mengumpulkan para pemimpin, intelektual, dan cendekiawan Muslim dengan membawa tujuan mulia untuk mengidentifikasi masalah yang menimpa dunia Muslim dan menemukan solusi bagi mereka.

"Kami telah mendengar kutipan yang sering diulang yang dikaitkan dengan sarjana dan ahli hukum Mesir abad ke-19, Muhammad ‘Abduh, yang pernah berkata:“ Saya pergi ke Barat dan melihat Islam, tetapi tidak ada Muslim; Saya kembali ke Timur dan melihat Muslim, tetapi tidak ada Islam," katanya.

"Ini hanyalah pengingat nyata akan kegagalan kita, ketidakmampuan kita untuk hidup berdasarkan prinsip dasar Islam, membuat Islam ad-deen, cara hidup kita," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement