REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 di kisaran 5,1-5,5 persen. Sementara pertumbuhan kredit diproyeksi melompat dari proyeksi akhir tahun 2019 sebesar delapan persen jadi 10-12 persen.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan sejumlah stimulus pendorong yang juga berasal dari sejumlah bauran kebijakan akomodatif di tahun ini. Seperti kelonggaran likuiditas karena penurunan suku bunga sebesar total 100 basis poin pada 2019, Giro Wajib Minimum (GWM), dan Rasio Indermediasi Makroprudensial (RIM).
Pada akhir 2019, pertumbuhan kredit diproyeksi di level delapan persen, ditopang pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang juga sebesar delapan persen. "Pada 2020 pertumbuhan kredit dan DPK akan membaik, di kisaran masing-masing 10-12 persen dan 8-10 persen," kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Kamis (19/12).
Ia menjelaskan pendorong pertumbuhan kredit, diantaranya kondisi global yang membaik, perbaikan ekspor, perbaikan investasi, dan kebijakan BI yang akomodatif. Ini semua diproyeksikan membawa pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1-5,5 persen.
Proyeksi kondisi global yang membaik melihat arah kesepakatan dagang China dan Amerika Serikat. Ini pada akhirnya bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia, khususnya sisi ekspor.
Perbaikan ekspor terlihat dari sektor pulp and paper, juga kendaraan ke wilayah Timur Tengah. Selain itu, stimulus fiskal akan membantu juga karena ada peningkatan bantuan sosial yang lebih tinggi dari tahun ini yang akan menguatkan konsumsi rumah tangga.
Selain itu, perbaikan investasi khususnya non bangunan sejalan dengan kebijakan reformasi dan transformasi ekonomi pemerintah. Presiden sendiri mendorong investasi swasta termasuk pembangunan klaster ekonomi seperti yang berbasis pariwisata, industri, hilirisasi, pertanian dan perikanan.
Terakhir, kebijakan BI yang akomodatif akan terus dilanjutkan untuk mendorong ekonomi. Menurut Perry, pertumbuhan kredit delapan persen pada tahun ini menunjukkan siklus keuangan masih di bawah optimal.
"Ini berkaitan dengan permintaan kredit yang belum kuat, meski dari sisi supply-nya, likuiditas atau kapasitas perbankan sudah ada," kata dia.
Ia meyakini, transmisi bauran kebijakan BI akan mulai terasa pada tahun depan. Menurutnya, transmisi penurunan suku bunga ke kredit modal kerja baru 32 basis poin sejak Januari 2019. Kedepan, permintaan kredit akan meningkat seiring dengan kesiapan bank sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan kredit tahun depan.