Kamis 19 Dec 2019 18:01 WIB

Jangan Mudah Tergiur Investasi, Meski Murah dan Syariah

Sebelum berinvestasi langkah pertama hindari penipuan adalah dengan mengecek ke OJK.

Korban kasus sindikat mafia perumahan syariah menunjukan bukti transaksi pembelian rumah saat hadir dalam rilis kasus di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (16/12/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Korban kasus sindikat mafia perumahan syariah menunjukan bukti transaksi pembelian rumah saat hadir dalam rilis kasus di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (16/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Idealisa Masyrafina. Ali Yusuf, Flori Sidebang

JAKARTA -- Perumahan murah, berkonsep syariah, peminatnya pun tidak memerlukan pengecekan bank. Puluhan ribu orang pun tergiur. Tanpa diketahui penawarah perumahan syariah itu hanya janji palsu semata. Investor bahkan tidak bisa mendapatkan uangnya kembali.

Baca Juga

Korban penipuan komplotan bermodus perumahan syariah itu mencapai 3.680 orang. Namun belum sampai 10 persen korbannya melapor ke kepolisian. Padahal nilai kerugiannya mencapai Rp 40 miliar. 

Sejauh ini kepolisian sudah menahan empat tersangka. Mereka memiliki peran yang berbeda-beda. Tersangka MA berperan sebagai Komisaris PT Wepro Citra Sentosa yang berinisiatif dan merencanakan pembangunan perumahan syariah fiktif tersebut.

Tersangka SW berperan sebagai Direktur Utama PT Wepro Citra Sentosa. Ia bertugas menjalankan perusahan serta bekerja sama dengan pihak lain untuk menjual perumahan fiktif tersebut.

Sedangkan, tersangka CB berperan sebagai karyawan pemasaran yang membuat iklan dan brosur penjualan rumah. Tujuannya untuk meyakinkan para konsumen membeli rumah fiktif yang mereka tawarkan. 

Adapun, tersangka S yang merupakan istri dari tersangka MA. Dia berperan sebagai pemegang rekening yang menampung uang dari para korban.

Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono jmenjelaskan, perumahan syariah itu rencananya akan dibangun di daerah Tangerang Selatan dan Banten. Tersangka pun berjanji kepada para korbannya bahwa pembangunan perumahan itu akan rampung pada bulan Desember 2018 dan sudah dapat ditempati.

Namun, hal itu tidak kunjung terealisasikan. "Faktanya (kunci rumah) tidak diberikan hingga Maret 2019," ungkap Gatot.

Para tersangka mengaku, uang yang telah dibayarkan oleh para korban mereka gunakan untuk menggaji karyawan dan membebaskan lahan di dua lokasi berbeda. Namun, hingga saat ini, perumahan syariah itu belum juga terlihat wujudnya, seperti yang dijanjikan kepada para korban. Para tersangka justru melarikan diri dengan menggunakan uang para korban.

Dari tangan para tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya brosur penjualan, bukti pembayaran para korban, dan master plan pembangunan perumahan.

Wadirkrimum Polda Metro Jaya, AKBP Dedy Murti mengimbau masyarakat lebih berhati-hati saat akan membeli rumah. Terutama dengan iming-iming harga murah. 

Dedy menjelaskan, sebelum masyarakat membeli rumah dapat melakukan pengecekan ada atau tidaknya izin perusahaan pembangunan perumahan ke Kementerian PUPR maupun Kementerian Agama, serta leag formilnya terpenuhi atau tidak. 

"Atau mengecek ke bagian perizinan di Pemda setempat pasti itu ada terdaftar dan itu bisa dicek online," imbuh Dedy. 

Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 137 Jo Pasal 154, Pasal 138 Jo Pasal 45 Jo Pasal 55, Pasal 139 Jo Pasal 156, Pasal 145 Jo Pasal 162 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 01 tahun 2011 tentang Perumahan dan atau Pasal 3,4 dan 5 UU RI Nomor 08 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan ancaman hukuman di atas 20 tahun penjara.

photo
Rumah yang dijadikan contoh oleh para tersangka pada kasus perumahan syariah fiktif di Kampung Pasir Laban, Desa Garut, Kecamatan Kopo, Kabupaten Serang, Banten yang merugikan 3.680.

Investasi Bodong

Saat ini banyak pihak tak bertanggung jawab yang memanfaatkan peningkatan tren literasi investasi. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama tahun 2019 terdapat 444 entitas yang melakukan kegiatan investasi bodong.

Yang terbaru, adanya penipuan investasi perumahan syariah yang merugikan para investor hingga Rp 40 miliar. Ini membuktikan masih banyak masyarakat yang kurang literasi dalam hal investasi.

Lalu, apa saja yang harus diwaspadai saat akan berinvestasi supaya terhindar dari penipuan?

Menurut EVP, Head of Wealth Management & Premier Banking Commonwealth Bank Ivan Jaya, pertama yang harus dilakukan adalah mengecek entitas bisnis tersebut. Pastikan perusahaan memiliki izin operasi dari OJK.

"Setiap lembaga yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat wajib memiliki izin operasi dari OJK. Jadi, skrining awal sebuah tawaran investasi adalah perusahaan yang menawarkan investasi tersebut wajib terdaftar dan telah memperoleh ijin dari OJK," ujar Ivan kepada Republika.co.id, Kamis (18/12).

Kedua, jangan cepat tergiur dengan iming-iming return besar. Setiap investasi bodong pasti menawarkan return yang besar bahkan di luar kewajaran.

Ivan memaparkan, cara yang mudah adalah dengan membandingkan return yang ditawarkan di lembaga perbankan dan pasar modal. Misalnya, masyarakat dapat membandingkan dengan IHSG, indikator pasar saham, dimana saat ini rata-rata return setahun sebesar 10-12 persen atau bunga deposito sebesar 6-7 persen setahun.

"Apabila ada investasi menawarkan return di atas itu, maka kita perlu pelajari lebih jauh. Bahkan jika tawarannya cukup bombastis kita patut curiga," kata Ivan.

Ketiga, selain return yang besar, masyarakat harus selalu curiga jika ditawarkan investasi dengan return yang pasti dalam periode tertentu. Setiap investasi selalu mengandung ketidakpastian, jadi tidak ada investasi yang pasti. Risiko kegagalan selalu melekat dalam setiap investasi.

Keempat, pelajari lebih dalam mengenai tawaran investasinya, jangan terlalu cepat mengambil keputusan. Jangan hanya melihat dari keuntungan yang ditawarkan, pelajari mengenai risiko yang melekat di dalamnya. Masyarakat harus tahu persis ke mana uangnya akan diinvestasikan.

Kelima, jangan langsung termakan testimoni orang lain ataupun label apapun dalam sebuah tawaran investasi. Perlu diingat uang yang diinvestasikan adalah uang anda. Orang lain tidak akan bertanggung jawab atas kehilangan uang anda.

Terakhir, ukur tingkat toleransi anda terhadap risiko dengan menanyakan pertanyaan ini ke diri sendiri. "Apakah Anda bersedia kehilangan seluruh uang yang Anda investasikan jika ternyata investasi tersebut merupakan investasi bodong?"

"Jika tidak bersedia ataupun ragu-ragu lebih baik lupakan tawaran tersebut dan mencari investasi yang lebih cocok buat Anda," kata Ivan.

photo
Tersangka kasus sindikat mafia perumahan syariah dihadirkan saat rilis di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (16/12/2019).

Penipuan Umrah

Penipuan tidak hanya terjadi di bidang investasi syariah. Dalam urusan umrah saja masih ada penyelenggara yang curang. Syarikat Penyelenggara Haji dan Umrah Indonesia (Sapuhi) menyarankan pemerintah meningkatkan sistem pengawasan secara daring dan luring di bandara. Peraturan perundang-undangan dinilai belum cukup mengawasi travel umrah yang bermain curang.

"Tidak hanya peraturan tetapi sistem pengawasannya secara daring dan luring harus sudah siap," kata Ketua Umum Sapuhi Syam Resfiadi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (18/12).

Syam mengatakan, memang ada konsekuensi biaya yang bertambah untuk meningkatkan pengawasan secara online dan offline. Terutama pengawasan yang dalakukan secara offline di mana sumber daya manusia (SDM) disebar di seluruh bandara yang memberangkatkan jamaah umrah. 

"Jangan SDM hanya tiga orang tiga shift dan hanya di Bandara Soekarno-Hatta saja untuk mengawasi," katanya.

Menurutnya tidak semua travel-travel mau melaporkan jamaahnya umrahnya ke loket pengawasan. Masih ada travel non PPIU yang tidak melapor. Hingga akhirnya bisa lolos memberangkatkan jamaah karena tidak ada SDM yang melakukan pemeriksaan secara mobile. "Sehingga pengawasan-pengawasan selama ini percuma walau walaupun maksudnya bagus tetapi perlu peningkatan lagi," katanya.

Paling tidak Kementerian Agama harus mengawasi setiap embarkasi keberangkatan dan kepulangan. Pengawasan akan jauh lebih efektif mencegah travel yang belum PPIU berangkatkan umrah. "Karena ada satu petugas standby di loket, satu menjaga di pintu keberangkatan, dan satu beredar mencari dan seterusnya akan lebih efektif dan mereka punya efek jera," katanya.

Akan tetapi kata Syam, jika pengawasan di bandara dilakukan oleh satu petugas dengan satu shift tidak akan efektif mengawasi begitu banyaknya travel-travel non PPIU berangkatkan umrah. Jadi kata Syam, perlu ada tiga petugas pengawas yang ditempat di embarkasi di seluruh Indonesia. Apalagi di sebagian besar kota provinsi di Indonesia sudah memiliki bandara internasional.

"Di mana ada bandara internasional di situlah harusnya pihak Departemen Agama yang diwakili oleh Kanwil memiliki pengawasan secara luring," katanya.

Syam mengatakan, selama ini pengawasannya yang dilakukan Kemenag di bandara masih kurang. Sehingga wajar masih banyak travel travel umrah non-PPIU memberangkatkan jamaah umrah. "Padahal berdasarkan undang-undang kata hal itu dilarang," katanya. Syam berharap Kementerian Agama melalui anggarannya tahun 2020 dapat menganggarkan untuk membuat sistem pengawasan secara luring di setiap bandara bandara international. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement