REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PBVSI) Irjen Pol Edy Sunarno mengakui prestasi voli di Indonesia mengalami fluktuasi dalam kurun satu dekade terakhir. Ia mengatakan, salah satu penyebab naik-turunnya performa wakil Merah-Putih disebabkan oleh sokongan dana yang belum kuat.
"Iya betul, voli kita sempat redup dalam beberapa tahun terakhir. Masalah utamanya tentu di pendanaan yang kurang," kata Edy saat ditemui di Jakarta, Kamis (19/12).
Pada era 2000-an, Edy mengatakan, voli sempat menginjak puncak popularitas karena kompetisi Proliga mendapat sambutan tinggi dari masyarakat. Kejuaraan voli juga pernah disiarkan secara reguler di stasiun televisi lalu, tiba-tiba berhenti memasuki 2010-an awal.
Saat di puncak popularitas, kata Edy, terdapat sponsor utama salah satu pabrikan rokok yang menggelontorkan dana besar untuk keberlangsungan liga voli. Setelah tak dukungan dana berhenti, otomatis beban operasional tak lagi kuat ditanggung federasi.
Namun, Edy menyampaikan, voli mendapat sokongan dari Polri selama popularitas dan prestasinya menurun. Ia menilai, prestasi voli pun lambat laun semakin baik setelah merebut medali perak di SEA Games 2017 dan medali emas di SEA Games 2019. "(Setelah itu) voli dapat dukungan dari Polri, perlahan-lahan bangkit lagi sampai sekarang bisa dapat emas di SEA Games," ujarnya.
Selain memastikan keluar sebagai juara, timnas Indonesia pun tercatat tidak pernah terkalahkan dan selalu menang dengan angka meyakinkan selama pertandingan SEA Games 2019. Sejak pertandingan fase grup, semifinal hingga final, timnas Indonesia selalu berhasil menang dalam tiga set langsung.
Kemenangan atas Filipina dalam laga final di Philsports Arena, Metro Manila, Selasa (10/12) lalu, juga mengulangi hasil pertandingan kedua tim di babak fase grup. Di atas kertas, medali emas voli putra SEA Games kali ini merupakan yang pertama kali diraih oleh Indonesia dalam 10 tahun terakhir.