REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyatakan, hingga November 2019 pihaknya telah menyalurkan dana peremajaan sawit sebesar Rp 2,4 triliun. Dana tersebut untuk peremajaan lahan seluas 98.869 hektare yang melibatkan 43.881 perkebunan di 21 provinsi.
Direktur Utama BPDPKS, Dono Boestami mengatakan, pencapaian penyaluran dana itu naik 622 persen dibanding tahun 2018. "Itu disebabkan oleh adanya penyempurnaan proses bisnis dan dukungan dana peremajaan sawit," kata Doni dalam Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (19/12).
Namun, perlu diketahui bahwa capaian tersebut masih di bawah target pemerintah yakni sebesar Rp 4,5 triliun dengan luas lahan sebesar 180 ribu hektare. Menurut Doni masalah utama bukan soal ketersediaan dana. Namun, seberapa cepat Kementerian Pertanian dalam menerbitkan Rekomendasi Teknis (Rekomtek) untuk lahan yang akan diremajakan.
"Tidak usah pikirkan dana, tapi Rekomteknya siap atau tidak? Dana urusan belakangan," kata Dono.
Pihaknya menegaskan, peremajaan sawit merupakan program pemerintah. BPDPKS, kata dia, hanya bertugas untuk memungut ekspor minyak kelapa sawit, mengelola dana tersebut, hingga menyalurkannya untuk program peremajaan sawit. Anggaran untuk peremajaan sawit yakni sebesar Rp 25 juta per hektare untuk penanaman awal.
Oleh karena itu, Dono menilai jika target peremajaan sawit tercapai, maka itu disebabkan oleh proses penerbitan Rekomtek dari Kementan yang cepat. Bukan prestasi BPDPKS. Pihaknya, kata Dono memiliki tugas untuk bisa mengelola dana tersebut dan menghasilkan tambahan dana dari pengelolaan yang dilakukan.
Salah satu inovasi yang bakal diterapkan tahun depan, kata dia, yakni menginvestasikan dana kelolaan di pasar keuangan untuk dibelikan Surat Utang Negara. Adapun, total dana kelolaan yang akan diinvestasikan mencapai Rp 2 triliun.