Jumat 20 Dec 2019 04:07 WIB

Dalang Pembunuhan 57 Orang di Filipina Divonis Seumur Hidup

Dalang pembunuhan 57 orang di Filipina yang terjadi pada 2009 divonis seumur hidup

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Dalang pembunuhan 57 orang di Filipina yang terjadi pada 2009 divonis seumur hidup. Ilustrasi.
Foto: Pixabay
Dalang pembunuhan 57 orang di Filipina yang terjadi pada 2009 divonis seumur hidup. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Pengadilan Filipina menetapkan para pimpinan klan politik berpengaruh bersalah pada Kamis (19/12) karena mendalangi pembantaian 57 orang pada 2009. Keputusan itu disambut gempita sebagai kemenangan parsial untuk keadilan dan sebuah tantangan bagi budaya impunitas yang terkenal buruk di negara itu.

Delapan anggota keluarga Ampatuan yang kuat termasuk di antara 28 orang yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Mereka divonis atas perannya dalam sebuah penyergapan terhadap iring-iringan pemilihan di Provinsi Maguindanao dan penembakan terhadap semua saksi.

Baca Juga

Di antara para korban Pembantaian Maguindanao adalah 32 jurnalis. Insiden tersebut merupakan salah satu serangan terbesar pada media di dunia.

Penyergapan itu juga merupakan contoh terbesar kekerasan pemilu di Filipina, di mana pembunuhan biasa terjadi dalam politik provinsi, terutama di Mindanao. Mindanao adalah wilayah selatan yang rawan terhadap pelanggaran hukum dan pemerintahan panglima perang dibantu oleh banyak senjata.

Kasus ini secara luas dianggap sebagai persidangan dasawarsa di Filipina karena kekejaman para Ampatuan, sebuah dinasti dengan koneksi politik yang berkembang hingga Presiden Gloria Macapagal Arroyo. Itu juga dilihat sebagai ujian apakah lembaga-lembaga demokratis dapat menahan tekanan dari kepentingan kaya dan kuat.

Lima belas terdakwa lainnya dipenjara karena membantu pembunuhan dan 56 dibebaskan. Tujuh kasus dihapus di antaranya kasus patriarki keluarga, Andal Ampatuan, yang meninggal di penjara karena serangan jantung pada 2015.

Salvador Panelo, juru bicara Presiden Rodrigo Duterte, mengatakan putusan itu harus dihormati dan pembantaian itu mewakili "pengabaian tanpa ampun atas kesakralan kehidupan manusia" dan tidak boleh diulang. Lebih dari 80 dari 197 tersangka masih buron termasuk 12 Ampatuan, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa saksi dan keluarga korban mungkin tidak akan pernah aman.

"Kasus ini masih panjang," kata Esmael Mangudadatu, seorang anggota kongres yang istrinya ditembak lebih dari selusin kali selama penyergapan. "Tapi setidaknya kita memiliki kemenangan parsial," ungkapnya.

Kelompok hak asasi Amnesty International memuji putusan itu sebagai langkah positif tetapi mengatakan para tersangka pada umumnya harus dituntut dan "budaya impunitas dan ketidakadilan yang mengerikan dapat diakhiri".

Human Rights Watch mengatakan putusan itu harus memacu lebih banyak reformasi untuk meminta pertanggungjawaban, dan melarang milisi swasta.

"Putusan ini harus mendorong para pemimpin politik negara itu pada akhirnya bertindak untuk mengakhiri dukungan negara bagi 'tentara swasta' dan milisi yang mempromosikan panglima perang politik yang memunculkan para Ampatuan," kata wakil direktur kelompok itu, Phil Robertson.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement