REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) menilai bahwa penelitian dan pengembangan atau lebih dikenal dengan research and developement (R & D) merupakan kunci utama dalam mendorong nilai tambah sebuah hasil inovasi.
"Value added terbesar bukan pada manufacturing, bukan pada marketing atau sales. Valued added terbesar adalah pada product design, pada product developement," kata Menristek Bambang Brodjonegoro usai memimpin diskusi antara pengusaha dan peneliti di acara Business Innovation Gathering (BIG) 2019 di Auditorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Kamis (19/12).
Ia menjelaskan bahwa penelitian dan pengembangan inovasi yang dimaksud adalah pengembangan yang tidak lagi mengandalkan sumber daya alam sebagai tumpuan, tetapi penelitian dan pengembangan teknologi yang mampu meningkatkan nilai tambah terhadap sumber daya alam yang ada.
"Jadi harus ada penciptaan nilai tambah atau hilirisasi dari produk pertanian ataupun hasil tambang," katanya.
Ia mencontohkan Swedia yang mampu memberikan nilai tambah terhadap sebuah pengembangan produk sehingga berhasil mendunia lewat beberapa merek terkenal mereka seperti perusahaan furnitur Ikea dan perusahaan mode H&M.
Ia menjelaskan, selain perlunya penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan nilai tambah, sinergi dan kolaborasi antara pengusaha dan peneliti juga dianggap menjadi kunci sukses keberhasilan inovasi sebuah produk.
"Saya yakin di Swedia akan kesulitan cari pabrik furnitur, pabrik garmen, tapi mereka ternyata mendunia dengan merek Ikea dan H&M," katanya.
Menurut Menristek, mereka bukan pedagang biasa, tetapi perusahaan yang melakukan product developement secara serius dan berbasis sinergi, sehingga meskipun itu perusahaan furnitur, mereka bukan perusahaan furnitur biasa.
"Mereka adalah perusahaan furnitur yang dari waktu ke waktu menghasilkan produk baru melalui product developement," katanya.