Kamis 19 Dec 2019 23:49 WIB

Pertamina Plaju Mulai Produksi Sulfur untuk Kapal

Pertamina sebut bahan bakar ini dapat didistribusikan bagi kapal berbendera Indonesia

Petugas memeriksa pipa penyaluran gas LPG  di Depot LPG Pulau Layang Plaju Palembang, Sumatera Selatan, Senin (29/5). Memasuki bulan Ramadan Pertamina Marketing Operation Region (MOR) II Sumbagsel menambahkan stok LPG hingga 1.822 MT per hari.
Foto: Nova Wahyudi/Antara
Petugas memeriksa pipa penyaluran gas LPG di Depot LPG Pulau Layang Plaju Palembang, Sumatera Selatan, Senin (29/5). Memasuki bulan Ramadan Pertamina Marketing Operation Region (MOR) II Sumbagsel menambahkan stok LPG hingga 1.822 MT per hari.

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- PT Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju mulai memproduksi bahan bakar untuk kapal, marine fuel oil (MFO), dengan kadar sulfur rendah sebagai upaya mendukung pengurangan emisi.

Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman di Palembang, Kamis, mengatakan, RU III Plaju ini akan memproduksi MFO 180 cSt atau dengan kadar sulfur 0,5 persen sebanyak 380 ribu KL per tahun atau sekitar 200.000 barel per bulan.

“Bahan bakar ini dapat didistribusikan bagi kapal-kapal berbendera Indonesia maupun selain Indonesia yang memasuki pelabuhan di Wilayah Perairan Indonesia,” kata dia di sela peluncuran MFO low sulphur.

Menurut dia, batas kandungan low sulphur tersebut sesuai dengan persyaratan yang diterapkan International Maritime Organization (IMO). Jika perusahaan energi tidak menggunakan kadar sulfur rendah maka kapal terancam tidak bisa berlayar di perairan internasional.

Fajriyah menambahkan, penyediaan BBM ini juga sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan No 29 tahun 2014 tentang pencegahan pencemaran lingkungan maritime karena kadar sulfur pada bahan bakar kapal.

Selain untuk memenuhi regulasi nasional dan internasional, dengan produksi MFO Sulfur rendah 180 cSt, Kilang Plaju dapat memberikan potensi peningkatan margin pada unit operasi. General Manager PT Pertamina (Persero) RU III Plaju Joko Pranoto, mengatakan bahan bakar tersebut akan digunakan untuk seluruh kapal yang dioperasikan Pertamina di seluruh Tanah Air.

“Kebutuhan kapal-kapal Pertamina yang jumlahnya hampir ratusan unit itu mencapai 300.000 barrel per bulan, dan itu semua akan dipenuhi dari produksi Kilang Plaju,” kata dia.

Joko mengatakan, saat ini dari semua kilang yang dimiliki Pertamina, baru Kilang Plaju yang bisa memproduksi MFO dengan kadar sulfur rendah, hanya 0,5 persen. Penggunaan bahan bakar tersebut akan diterapkan mulai Januari 2020.

Sebelumnya, kapal-kapal Pertamina masih menggunakan bahan bakar dengan kadar sulfur 3,5 persen. Pengurangan kadar sulfur tersebut dapat mengurangi emisi sehingga lebih ramah lingkungan.

Joko menjelaskan Kilang Plaju menjadi kilang pertama yang memproduksi MFO low sulphur lantaran secara konfigurasi bahan baku (crude oil), proses pengolahannya tidak memerlukan modifikasi.

“Kami hanya melakukan optimasi pada prosesnya sehingga bisa memproduksi MFO dengan kadar sulfur rendah,” kata dia.Ia mengemukakan bahan bakar kapal itu untuk tahap awal dikirimkan ke Balikpapan sebanyak 7.000 KL. Sepanjang bulan ini, RU III menargetkan dapat mengirimkan 3 kapal yang bermuatan MFO.

“Bulan depan targetnya bisa produksi 200 ribu barrel dan selanjutnya mudah-mudahan bisa mencapai 300 ribu barrel sehingga semua kebutuhan bahan bakar untuk kapal Pertamina bisa terpenuhi dari sini,” ujar dia.Joko melanjutkan produksi MFO dengan kadar sulfur rendah juga berpotensi untuk menghemat kas negara karena mencegah impor MFO tersebut.

Dia menambahkan tantangan untuk menyalurkan bahan bakar tersebut dari Kilang Plaju terkait kondisi Sungai Musi, pasalnya dengan kedalaman Sungai Musi yang relatif rendah tidak bisa menggunakan kapal besar.“Ini tantangannya pada Sungai Musi tetapi akan kami atasi dengan mengatur penjadwalan pengiriman bahan bakar,” kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement