Jumat 20 Dec 2019 10:45 WIB

Perbankan: Alokasi Hunian FLPP Belum Penuhi Permintaan

Pengembang harus meminta persetujuan pemerintah lebih dulu sebelum membangun.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Suasana pembangunan rumah subsidi di Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/11/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Suasana pembangunan rumah subsidi di Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menilai alokasi perumahaan yang dibangun melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 102.500 unit belum mampu memenuhi permintaan hunian Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pada tahun depan menganggarkan penyaluran dana FLPP sebesar Rp 11 triliun yang berasal dari APBN sebesar Rp 9 triliun dan pengembalian pokok pelaksanaann tahun-tahun sebelumnya Rp 2 triliun.

Direktur Utama BTN Pahala Mansury mengatakan pihaknya merasa belum puas dengan angka yang ditargetkan pemerintah. Sebab, jumlah tersebut jauh di atas target tahun ini sebanyak 74.000 unit dengan alokasi sebesar Rp 7,5 triliun.

"Rasa-rasanya tahun depan akan kurang juga. Kita akan bicarakan lagi nanti dengan pemerintah," ujarnya kepada wartawan Kamis (19/12) malam di Kementerian PUPR.

Sementara Direktur Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko Djoeli Heripoerwanto menambahkan  pemerintah akan terus membahas alokasi anggaran FLPP untuk bisa memenuhi kebutuhan MBR akan hunian yang layak.

"Karena saya sendiri juga merasa kurang. Kita nanti juga akan atur dengan sistem baru. Dulu pengembang kalau membangun, itu sekuat mereka. Kalau sanggup bangun seribu, ya bangun seribu. Nanti tidak bisa lagi seperti itu. Setiap pembangunan harus melalui persetujuan pemerintah terlebih dulu supaya tidak terjadi kelebihan," jelasnya.

Menurutnya tanpa adanya persetujuan, pengembang bisa membangun kapan saja ketika ada permintaan. Padahal sisi lain, kuota alokasi FLPP dari perbankan sudah habis. Akhirnya, MBR yang sudah menjalin kesepakatan dengan pengembang tidak bisa melaksanakan akad dan proses berhenti di tempat.

"Itu yang menjadi salah satu masalah tahun ini. Banyak rumah yang sudah jadi, tinggal akad, tapi kuota FLPP sudah habis," ucapnya.

FLPP merupakan program rumah subsidi pemerintah yang ditujukan bagi MBR. Melalui kebijakan tersebut, pemerintah menanggung sebagian beban biaya pembelian rumah. MBR hanya perlu membayar uang muka satu persen dari harga rumah dengan suku bunga tetap selama masa tenor.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement