REPUBLIKA.CO.ID, Selain para pengikut Nabi Nuh, Kota Madinah sebelum Islam juga pernah diisi dengan sejumlah kekuatan politik, salah satunya dari Dinasti Amalekit. Meski dinasti ini kekuasaannya berpusat di Mesir, namun mereka sesungguhnya mempunyai kekuatan yang tersebar di berbagai kawasan Arab lainnya.
Antara lain Suriah, Yaman, Mekkah, dan juga Yatsrib. Kekuasaan Dinasti Amalekit ini mendiami Kota Yatsrib setelah pengikut Nabi Nuh bermigrasi ke Juhfah. Adapun para klan dari Dinasti Amalekit yang mendiami Yatsrib antara lain Bani Sa’ad, Bani Haf, Bani Mathar, Bani al-Azraq, hingga Bani Ghaffar.
Dinasti Amalekit yang memiliki kultur dan corak kebudayaan Mesir yang kental, sedikit banyak mempengaruhi kebudayaan Kota Yatsrib di masa itu. Bahkan terdapat sejumlah pendapat dari sejarawan yang mengatakan bahwa nama Yatsrib sendiri merupakan serapan dari bahasa Mesir kuno yakni Etropis. Nama Yatsrib juga sering diidentikan dengan nama Theba.
Namun argumen tersebut ditolak dengan kuat sebab sebelum Dinasti Amalekit datang, terdapat pengikut Nabi Nuh yang lebih dulu tinggal di sana. Dan diperkuat dengan adanya salah seorang pengikut yang bernama Yatsrib.
Dalam kesehariannya, kaum Amalekit di Yatsrib digambarkan sebagai pribadi yang gemar bercocok tanam, membangun rumah, dan membangun benteng-benteng pertahanan. Adapun bahasa yang digunakan oleh mereka adalah bahasa Arab badui dengan dialek al-Mudhdhari.
Dinasti Amalekit menduduki wilayah Yatsrib dalam masa yang cukup lama, yakni hingga tahun ke-2 Masehi. Hingga akhirnya pada zaman Nabi Musa AS, kekuasaan Dinasti Amalekit berakhir dan digantikan para pengikut Nabi Musa yaitu kaum Yahudi.
Eksistensi Nabi Musa dan kaum Yahudi selain di Mesir juga merambah ke wilayah Arab lainnya. Selain Yatsrib, wilayah lainnya yang ikut dirambah adalah Palestina. Menurut Yasin Ghadhbar pada 1994, adapun kaum Yahudi yang dimaksud adalah semua yang memeluh ajaran Nabi Musa yang termasuk di dalamnya adalah Bani Israel.
Sedangkan Bani Israel merupakan anak-anak keturunan Nabi Yakub beserta keturunannya. Kendati demikian dalam sejarahnya, di tahun pertama hingga kedua Masehi itu juga, kaum Yahudi dari sejumlah kawasan Arab seperti Mesir, Suriah, hingga Palestina bermigrasi ke Yatsrib guna menghindari dominasi Kerajaan Romawi.
Beberapa klan dari kaum Yahudi yang bermigrasi ke Kota Yatsrib yakni Bani Qaynuqa, Bani Nadhir, Bani Quraydha, dan Bani Yahdal. Sehingga dapat disimpulkan, hingga tahun 70 Masehi, orang-orang Yahudi yang menetap di Yatsrib merupakan gabungan antara pengikut Nabi Musa yang telah mengalahkan Dinasti Amalekit dan juga orang-orang Yahudi yang eksodus dari Palestina.
Salah satu sudut kota Madinah (ilustrasi).
Namun menariknya, meski bahasa ibu kaum Yahudi ini adalah bahasa Ibrani, namun ketika di Yatsrib, mereka mempelajari dan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa sehari-hari. Dalam tesis Phiips K Hitty yang kemudian dibukukan dengan judul The History of Arabs, Arab bukanlah entitas agama tertentu.
Menurutnya, Arab adalah entitas kebudayaan yang mana mereka dipersatukan oleh bahasa, agama, dan bukan hanya oleh agama. Dengan demikian, Arab bukanlah monopoli agama tertentu.
Selain kaum Yahudi, suku Arab dari Kaum Aws dan Khazraj juga datang ke Yatsrib. Hal ini dilatarbelakangi peristiwa banjir besar di Yaman. Sehingga dalam perjalan sejarahnya, Kota Madinah sebelum Islam diwarnai dengan beragam perbedaan budaya dan agama. Yang kemudian di masa Rasulullah, perbedaan itu disatukan dalam sebuah perjanjian bernama Piagam Madinah yang menjamin kebebasan tersebut.