Ahad 22 Dec 2019 19:19 WIB

Israel Khawatir ICC Tuntut Mantan Pejabat Hingga Militer

ICC akan menyelidiki kejahatan perang Israel terhadap Palestina.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
Foto: Amir Cohen/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel khawatir rencana Mahkamah Pidana Internasional atau Criminal Court Justice (ICC) menyelidiki dugaan kejahatan perang di Palestina, akan  membuat mantan pejabat pemerintah, hingga personel militer dituntut secara global. ICC akan melanjutkan langkahnya membuka penyelidikan awal terhadap dugaan kejahatan perang terhadap rakyat Palestina, meski belum diketahui kapan investigasi akan keluar.

Melansir Time of Israel, Channel 12 melaporkan para pejabat di Israel takut para perwira tinggi Angkatan Pertahanan Israel, serta para prajurit berpangkat rendahnya dapat menghadapi surat perintah penangkapan internasional. Perdana menteri, menteri pertahanan, kepala IDF dan kepala dinas keamanan Shin Bet semua bisa menghadapi bahaya penuntutan.

Baca Juga

Seperti diketahui, ICC berurusan dengan penuntutan individu untuk dugaan kejahatan, bukan negara. Sementara, Israel berencana menolak bekerja sama dengan investigasi potensial oleh ICC dalam 120 hari mendatang.

"Sebuah keputusan akan diambil setelah tim hukum membuat rekomendasi," ujar seorang pejabat yang tak ingin jati dirinya disebut.

Sumber-sumber diplomatik mengatakan, bahwa tidak akan ada kerja sama dengan pengadilan. "Organisasi swasta Israel berpotensi membela mereka yang dituntut tetapi pemerintah Israel tidak akan bekerja dengan penyelidikan dalam kapasitas formal apa pun," kata mereka.

Jaksa Agung Avichai Mandelblit pada Sabtu malam menyebut keputusan Ketua Jaksa penuntut ICC Fatou Bensouda tidak masuk akal dan gegabah. Dia mengatakan, Israel adalah negara hukum yang demokratis, berkewajiban, dan berkomitmen untuk menghormati hukum internasional dan nilai-nilai kemanusiaan. Komitmen ini, kata dia,  telah berdiri kuat selama beberapa dekade, melalui semua masa sulit yang dihadapi Israel.

"Ini berakar pada karakter dan nilai-nilai negara Israel dan dijamin oleh sistem peradilan yang kuat dan independen. Tidak ada tempat untuk intervensi peradilan internasional dalam situasi seperti itu," katanya.

Penyelidikan oleh ICC kemungkinan akan mencakup kebijakan Israel untuk menetapkan warganya di Tepi Barat, tindakan Israel selama perang 2014 di Gaza, dan tanggapan terhadap protes Palestina di perbatasan yang diadakan setiap Maret. Penyelidikan, kemungkinan juga akan melihat penargetan Hamas terhadap warga sipil Israel selama perang 2014, dan tindakannya atas warga sipil Palestina sebagai perisai manusia.

Bensouda kini mengaku telah meminta hakim untuk segera membuat putusan agar pihaknya mengambil langkah lebih lanjut. Dia merujuk masalah penyelidikan ke pengadilan di Den Haag untuk memerintah di wilayah tertentu yang memiliki yurisdiksi. Sebab, Israel bukanlah anggota ICC.

Setelah pengumuman oleh ICC, Ketua Uni Nasional dan Menteri Transportasi Bezalel Smotrich meminta Perdana Meneteri Benjamin Natanyahu memberikan ultimatum 48 jam kepada Otoritas Palestina untuk menarik petisinya, atau jika tidak, akan melihat otoritas politik yang berbasis di Ramallah itu "diruntuhkan".

Ketua Partai Blue and White Benny Gantz juga mengutuk keputusan ICC. Mengutip dekade pelayanan militernya, termasuk sebagai kepala staf IDF ke-20, Gantz dengan tegas menyatakan bahwa IDF adalah salah satu pasukan paling bermoral di dunia.

Dia menegaskan bahwa IDF dan Negara Israel tidak melakukan kejahatan perang. Gantz berpendapat bahwa tidak ada dasar untuk tuntutan jaksa penuntut ICC bahwa penyelidikan pidana dibuka untuk situasi di Palestina.

"Keputusan Bensouda lebih didasarkan pada politik daripada berdasarkan hukum. Saya ingin menjadi jelas: dalam perjuangan untuk legitimasi internasional Israel: tidak ada koalisi atau oposisi. Kita semua akan berjuang demi keadilan dan hak fundamental kita untuk membela Negara Israel dan warga negara Israel," kata Gantz.

Laman New Strait Times menyebut, ICC telah memeriksa dugaan kejahatan perang oleh Israel terhadap Palestina sejak Juni 2014. Saat itu, tepat satu bulan usai terjadinya kerusuhan antara personel militer Israel dan rakyat Palestina di Gaza.

Dalam perang kala itu, 2.251 orang Palestina termasuk 1.462 warga sipil terbunuh. Sementara dari pihak Israel, 67 korban prajurit tewas, dan enam warga sipil tewas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement