REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Sebuah ledakan terjadi di sejumlah kota di Filipina selatan dan melukai sedikitnya 17 orang, termasuk seorang anggota militer. Ledakan tersebut berasal dari granat tangan yang dilemparkan ke sebuah truk militer yang sedang berpatroli di Kota Cobatabto di pulau Mindanao, Filipina selatan.
Ledakan ini menyebabkan delapan anggota militer dan empat warga sipil menderita luka-luka. Setelah itu, ledakan lain menyusul terjadi di kota dekat Libungan dan melukai lima warga sipil, satu diantaranya mengalami luka serius.
Ledakan lain juga terjadi di Maguindanao. Namun, polisi masih mengumpulkan informasi apakah ledakan tersebut memakan korban.
Hingga kini belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom tersebut. Juru bicara militer regional Arvin Encinas menduga, serangan bom itu dilakukan oleh kelompok Pejuang Kebebasan Islam Bangsamoro (BIFF). Kelompok ini memiliki keterkaitan dengan ISIS.
"Kami tidak mengabaikan kemungkinan Pejuang Kebebasan Islam Bangsamoro atau BIFF dan kelompok yang diilhami ISIS berada di belakang ini," ujar Encinas, dilansir Aljazirah.
Ledakan bom tersebut terjadi ketika pemerintah Filipina berencana mencabut kekuasaan militernya di pulau Mindanao. Pemerintah menilai, situasi keamanan di pulau tersebut sudah membaik.
Ada beberapa operasi kelompok bersenjata di Filipina. Salah satunya pemberontakan separatis di Mindanao yang menewaskan sekitar 100 ribu orang. Kelompok BIFF dan Abu Sayyaf yang berpihak pada ISIS berada di balik sejumlah serangan yang terjadi di Filipina.
Pada Desember tahun lalu, dua orang tewas dan 35 lainnya luka-luka akibat ledakan bom di luar sebuah pusat perbelanjaan di Cotabato. Pemerintah menduga, ledakan tersebut didalangi kelompok-kelompok yang terkait ISIS.
Pada Mei 2017, ratusan pria bersenjata pro-ISIS merebut kota Marawi. Tragedi ini memicu pertempuran selama lima bulan yang menewaskan lebih dari 1.000 orang.