Senin 23 Dec 2019 10:19 WIB

Penurunan Bea Impor E-Commerce tidak Efektif Tekan Impor

Kemenkeu bebaskan bea masuk barang impor tak melebihi 75 dolar AS per orang per hari

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Perniagaan elektronik atau e-commerce.
Foto: Pixabay
Perniagaan elektronik atau e-commerce.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, rencana penurunan batas nilai impor melalui niaga daring (e-commerce) yang bebas bea masuk bukan solusi utama dalam membendung produk impor di Indonesia. Sebab, ‘pintu utama’ arus produk impor bukan dari e-commerce, melainkan transaksi offline.

Huda mencatat, proporsi penjualan melalui e-commerce tidak mencapai empat persen dari penjualan di ritel nasional. Oleh karena itu, apabila pemerintah ingin mengubah kebijakan bebas bea masuk (de minimis value) e-commerce, tidak akan berdampak signifikan pada banjirnya produk impor. "Nilainya masih sangat kecil," ujarnya kepada Republika.co.id, Senin (23/12).

Baca Juga

Alih-alih e-commerce, Huda menilai, penyebab utama produk impor yang masih membanjiri pasar Indonesia adalah kebijakan pemerintah itu sendiri. Berbagai kebijakan masih membuka peluang masuknya produk-produk dari luar negeri dengan nilai besar. Misalnya tekstil dan produk tekstil (TPT).

Oleh karena itu, Huda menganjurkan agar pemerintah fokus membenahi kebijakan saat ini. Di antaranya menutup Pusat Logistik Berikat (PLB) yang beberapa waktu lalu diketahui menjadi pusat kebocoran impor TPT.  "Itupun kalau pemerintah mau," tuturnya.

Di sisi lain, Huda mengingatkan, kebijakan penurunan nilai batas impor e-commerce juga belum tentu efektif. Sebab, barang-barang yang diimpor biasanya memiliki nilai harga yang lebih dibandingkan dari batas nilai tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan membagi proses pengiriman ke beberapa tahap ataupun melalui jasa titipan/ jastip.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman, pemerintah membebaskan (de minimis value) bea masuk atas barang impor dengan nilai tidak melebihi 75 dolar AS per orang per hari. Atau, setara dengan Rp 1,05 juta (kurs Rp14 ribu per dolar AS). Artinya, masyarakat yang berbelanja di bawah nominal itu mendapatkan fasilitas bebas bea masuk.

Peraturan itu dinilai Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perdagangan Indonesia Benny Sutrisno harus segera direvisi. De minimis value yang berlaku saat ini dirasa masih terlalu besar dan tanpa batasan pengiriman. "Ini yang membunuh industri dalam negeri," katanya.

Selain revisi de minimis value, Benny mengatakan, pemerintah juga harus mempertimbangkan pengenaan pajak. Barang-barang impor yang masuk ke Indonesia melalui e-commerce maupun jastip kini masih bebas pajak impor, baik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ataupun Pajak Penghasilan (PPh).

Benny menyebutkan, impor barang kiriman melalui platform e-commerce kini terus bertambah hingga dikhawatirkan akan mengganggu industri nasional, terutama IKM produsen produk serupa. Di sisi lain, tren ini berpotensi mengancam keberadaan ritel dalam negeri yang membayar bea masuk dan pajak sesuai ketentuan.

"Harus ada peraturan yang adil," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement