Senin 23 Dec 2019 21:05 WIB

Polri Bantah Ada Geng Solo di Jajaran Elite Kepolisian

Iqbal menegaskan Polri memiliki mekanisme dan parameter dalam mutasi jabatan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Muhammad Iqbal.
Foto: Antara/Reno Esnir
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Muhammad Iqbal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal membantah adanya 'geng solo' di kalangan elite atau petinggi Polri. Iqbal menyebut, mutasi jabatan memiliki parameter dan mekanisme yang sudah diatur.

"Mutasi jabatan di Polri ada mekanismenya, melihat track record atau rekam jejak dan lewat Wanjakti (Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi)," ujar Iqbal saat dikonfirmasi, Senin (23/12).

Baca Juga

Pernyataan Iqbal merujuk pada tudingan adanya 'Geng Solo' di kalangan elite. Tudingan itu muncul saat sejumlah petinggi Polri kini ditempatkan di posisi penting, pernah bertugas di Solo.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang pernah menjadi wali kota Solo disebut sedang menonjolkan orang-orang yang pernah bertugas di kota tersebut.

Iqbal pun menegaskan, tidak ada klasifikasi kelompok tertentu dalam penunjukkan perwira tinggi di Koprs Bhayangkara. "Sama sekali tidak ada parameter geng-gengan," kata Jenderal Bintang Dua itu.

Inspektur Jenderal Polisi Nana Sudjana ditunjuk sebagai Kapolda Metro Jaya, menggantikan Irjen Gatot Eddy Pramono yang diangkat sebagai Wakapolri.

Indonesia Police Watch (IPW) pun menilai, penunjukkan itu adalah upaya Jokowi untuk menonjolkan 'Geng Solo' di lingkaran elite Polri.

"Tampil Nana sebagai Kapolda Metro menunjukkan Jokowi semakin hendak menonjolkan 'geng Solo' di Polri," kata Ketua Presidium IPW Neta dalam keterangan tertulisnya. Menurut Neta, prestasi Nana biasa dan tidak ada yang menonjol.

Namun, Nana dianggap memiliki kedekatan tersendiri dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Neta juga mencatat Jokowi hampir selalu menempatkan orang-orang dekatnya di posisi penting.

Nana pernah menjabat sebagai Kapolresta Solo saat Jokowi masih menjabat Wali Kota di kota tersebut. Bukan hanya Nana yang pernah bekerja dengan Jokowi di Solo, namun Brigjen Pol Ahmad Lutfi yang setelah menjabat sebagai Kapolresta Solo, langsung mendapat promosi sebagai Wakapolda Jawa Tengah.

Selain itu, Irjen Pol Listyo Sigit Prabowo yang baru-baru ini menjabat sebagai Kabareskrim juga sempat menjabat sebagai Kapolrestas Solo serta pernah menjadi ajudan Jokowi.

Baca juga, Listyo Prabowo, Kabareskrim yang Pernah Jadi Ajudan Jokowi.

Wakil Ketua Komisi III Desmond Mahesa menyebut, kejadian seperti itu bukan hal baru yang terjadi di lingkungan Polri. Ia mengulas era Kapolri Tito Karnavian yang memiliki preferensi memilih elite dari Palembang, yang merupakan Kampung Halaman Tito.

"Kejadian seperti Itu kan bukan hal yang baru lagi, zaman pak Tito Kapolri, juga orang Palembang ditarikin semua sampai ada istilah PLN (Palembang Langsung Naik). Sekarang pak Jokowi bikin yang baru, yang dari Solo," kata Desmond saat dihubungi Republika.co.id.

Desmond menilai, pola strukturisasi berdasarkan golongan tertentu seperti yang terjadi saat ini tak baik untuk demokrasi. Ia menyebut, unsur nepotisme dalam Korps Bhayangkara pun semakin kuat. "Ini kan gak bagus buat demokrasi, artinya bangunan pemerintaham kita itu kan artinya nepotisme," ujar Politikus Gerindra itu.

"Kasian kan orang orang bagus yang gak masuk dalam kelompok atau suku tertentu, mentok mereka," ujarnya kembali menambahkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement