Selasa 24 Dec 2019 09:34 WIB

Film Pekerja Garmen Bangladesh Soroti Perempuan Pekerja

Film berjudul Made in Bangladesh menawarkan kisah tentang kehidupan pekerja garmen

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Christiyaningsih
Para wanita di Bangladesh berunjuk rasa memperingati Hari Buruh. Film Made in Bangladesh menawarkan kisah tentang kehidupan pekerja garmen. Ilustrasi.
Foto: Monirul Alam/EPA
Para wanita di Bangladesh berunjuk rasa memperingati Hari Buruh. Film Made in Bangladesh menawarkan kisah tentang kehidupan pekerja garmen. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA — Sebuah film Bangladesh berjudul Made in Bangladesh menawarkan kisah tentang kehidupan pekerja garmen di negara itu. Film tersebut menceritakan bagaimana pekerja garmen menantang stereotip tentang perempuan dengan menunjukkan tentang penggerak ekonomi dan memperjuangkan keadilan di publik.

Dilansir Arab News, film Made in Bangladesh didasarkan pada kehidupan Daliya Akter. Ia adalah seorang pekerja garmen yang lolos dari pernikahan anak dan memimpin serikat buruh yang memperjuangkan hak-hak pekerja di ibu kota Dhaka.

Baca Juga

Akter adalah seorang pekerja yang berjuang mendapatkan gaji untuk rekan-rekan kerjanya, meskipun ada ancaman dari bosnya. Akter memberikan sorotan tak biasa pada kemenangan wanita atas kesulitan di Bangladesh yang konservatif, yakni negara eksportir garmen terbesar kedua di dunia.

Hampir 80 persen dari empat juta orang yang bekerja di sektor itu untuk memproduksi pakaian seperti H&M dan NEXT adalah para wanita. Mereka bekerja di pabrik selama berjam-jam dengan upah minimal. Meski demikian, stereotip tentang pekerja perempuan sebagai sosok yang pasif dan tidak berdaya tetap bertahan.

“Ada narasi bahwa pekerja garmen selalu ditindas. Namun, ketika mengerjakan film itu, saya menyadari bahwa para wanita ini melawan balik dengan kuat dan diberdayakan,” kata sutradara Rubaiyat Hossain.

Menurut dia, para pekerja perempuan itu perlu didengar karena mereka membuat perekonomian negara membaik. Negara harus mengakui peran para perempuan pekerja itu.

Industri pakaian Bangladesh mendapat tekanan untuk memperbaiki kondisi pabrik dan hak-hak pekerja, terutama setelah keruntuhan kompleks Rana Plaza di Bangladesh sekitar enam tahun lalu. Sebanyak 1.136 pekerja garmen terbunuh dalam peristiwa itu.

Film Made in Bangladesh tayang perdana di Amerika Serikat pada 6 Desember. Sosok Akter diperankan oleh aktor Rikita Shimu. Shimu berharap film tersebut akan mendorong pekerja garmen untuk bisa berbicara, ketika diputar di Bangladesh pada tahun depan.

“Ada lebih banyak serikat pekerja hari ini daripada 2013, tetapi masih ada pekerja yang takut menyuarakan keprihatinan mereka dan film ini akan membantu mereka,” ujar Akter.

Akter mulai bekerja sama dengan pembuat film internasional Rubaiyat Hossain pada 2016 setelah pabrik tempatnya bekerja tutup usai kehilangan kontrak internasional. Akter kemudian bergabung dengan ribuan pekerja Bangladesh yang melakukan perjalanan ke Timur Tengah setiap tahun untuk mencari pekerjaan, tiba di kota pelabuhan Yordania, Aqaba pada 2018 untuk bekerja sebagai operator mesin di sebuah pabrik yang memproduksi celana panjang dan rok.

Dia kembali ke Bangladesh beberapa bulan kemudian, setelah jatuh sakit. Terlepas dari cobaannya, Akter berencana terus memperjuangkan hak-hak pekerja.

“Saya tidak tahu berapa lama saya akan hidup, tetapi saya tahu bahwa saya akan memperjuangkan hak-hak pekerja sampai napas terakhir saya,” kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement