REPUBLIKA.CO.ID, LA PAZ -- Kementerian Luar Negeri Meksiko pada Selasa (24/12) kembali menuduh pihak keamanan dan pejabat intelijen Bolivia telah melecehkan staf diplomatik Meksiko di La Paz, kota di Bolivia.
Sehari sebelumnya, Meksiko juga menuduh Bolivia mengintimidasi diplomatnya serta menyatakan keberatan atas pengawasan berlebihan oleh sekitar 150 intelijen dan personel keamanan Bolivia. Kementerian Luar Negeri Meksiko menyebutkan bahwa kepolisian Bolivia mencatat pergerakan masyarakat yang keluar-masuk fasilitas diplomatik serta melacak kendaraan diplomatik dan mencoba mencegah duta besar Meksiko untuk bisa bergerak bebas.
“Semua sikap ini jelas tidak sejalan dengan pengawasan dan penjagaan gedung diplomatik yang semestinya… dan hal ini hanya bisa dijelaskan dalam konteks situasi politik dalam negeri,” kata Kementerian dalam pernyataan pers.
Tuduhan dilancarkan di tengah hubungan kedua negara yang merenggang sejak Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador memberikan suaka politik pada mantan presiden Bolivia, Evo Morales, yang sama-sama beraliran kiri. Tuduhan itu terus dilancarkan oleh Meksiko sekalipun Presiden Lopez Obrador dalam pidatonya menyebut bahwa pengawasan yang berlebihan telah cukup mengendur.
“Saya mendapat kabar bahwa situasi pengawasan yang ekstrem ini telah secara sadar dikendurkan oleh Bolivia,” kata dia dalam acara temu media rutin.
Meskipun demikian, “banyak hal” masih perlu dijelaskan, kata Lopez Obrador menambahkan. Presiden Lopez Obrador menolak berkomentar mengenai apa yang sesungguhnya mendorong Bolivia melakukan tindakan yang dituduhkan Meksiko.
Sementara itu, pemerintah Bolivia menanggapi tuduhan itu dengan menyebut Meksiko telah membajak pertemuan di kawasan serta bersikap lambat dalam mengakui pemimpin barunya yang beraliran konservatif. Sekretaris Kepresidenan Bolivia, Erick Foronda, mengatakan bahwa personel keamanan memang ditempatkan di sekitar Kedutaan Besar Meksiko untuk melindungi lokasi itu karena menampung sekutu Morales, demikian ia dikutip dalam laporan lembaga berita negara, Bolivian Information Agency (ABI). Dia menambahkan bahwa peningkatan jumlah personel tidak akan berdampak terhadap pergerakan bebas para pejabat Kedutaan Besar.
Menteri Luar Negeri Bolivia Karen Longaricsebelumnya pada Senin (23/12) menyebut bahwa otoritas Bolivia akan menghormati kewenangan diplomatik dan tidak akan memasuki Kedutaan Besar Meksiko. Bolivia telah berpindah ke aliran kanan sejak Morales mundur pada November pascapemilihan presiden, yang disebut Organisasi Negara-negara Amerika sebagai pemilihan yang telah diatur.
Saat ini, Bolivia dipimpin oleh presiden sementara Jeanine Aez, seorang mantan senator konservatif yang juga lawan Morales. Presiden Lopez Obrador mengatakan Meksiko ingin mengetahui apakah pemilihan umum yang baru akan dilakukan di Bolivia serta apakah seluruh “kekuatan politik” akan mampu mengambil bagian di dalamnya.