REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Euforia yang menandai hari-hari pertama protes di Lebanon sudah terganti dengan kesuraman. Dengan politikus gagal memetakan jalan keluar, orang-orang Lebanon memilih mencari jalan keluar sendiri dengan mengandalkan satu sama lain, bukan negara.
Kondisi ini tergambar dengan peristiwa yang terjadi pada kelompok Whatsapp yang digunakan untuk mengatur protes di Lebanon. Ketika salah satu anggota mengatakan ingin bunuh diri karena tidak bisa menyediakan kebutuhan untuk anak-anaknya, anggota lain bertindak.
Seruan putus asa itu muncul setelah kasus bunuh diri seorang ayah dari dua anak yang mengejutkan masyarakat. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran tentang betapa buruknya kondisi ekonomi Lebanon.
Mohamed Shkeir, salah satu dari puluhan anggota dalam kelompok itu segera bertindak. Mahasiswa arsitektur berusia 23 tahun itu bersama teman-temannya meluncurkan kampanye meminta sumbangan untuk lelaki itu dan bagi orang lain yang menderita.
Shkeir mengatakan, temannya yang mengutarakan keinginan bunuh diri itu tidak memiliki uang dan politikus justru tidak memperhatikan masalah tersebut. Dengan segenap bantuan bersama, niatan tersebut pun dapat diurungkan dan menolak menerima sumbangan yang diberikan.
Meski niat awal membantu tertolak, Shkeir dan kelompok justru melanjutkan kampanye saling membantu ke orang lain. Mereka memberikan uang, makanan, pakaian, dan persediaan untuk 58 keluarga selama Desember.
Pengunjuk rasa antipemerintah dikepung tentara Lebanon selama demonstrasi di Kota Jal el-Dib, utara Beirut, Lebanon, Rabu (23/10).
Ketika gerakan protes Lebanon memasuki bulan ketiga, kesulitan ekonomi melukai semua orang. PHK meningkat, pemotongan gaji adalah hal biasa, bank membatasi penarikan, dan harga dengan cepat naik.
"Kami sampai pada situasi di mana orang tidak bisa membeli makanan untuk anak-anak mereka atau membayar sewa," kata Shkeir, Rabu (25/12).
Kelompok tersebut mengunggah iklan di media sosial untuk mengumpulkan dana. Meski bersifat sukarela, mereka pun menjunjung tinggi transparansi dalam penerimaan dan pengeluaran dana.
Selama beberapa tahun terakhir ekonomi Lebanon terus memburuk, orang-orang beralih ke cara-cara paling dasar untuk mengatasinya. Sumbangan masjid dan amal gereja atau saling membantu, mengampuni utang atau membagikan makanan.
Protes telah membawa gelombang bantuan dengan menggalang perhatian publik terhadap penderitaan. Kampanye untuk mengumpulkan makanan, pakaian musim dingin, dan saluran bantuan bagi orang-orang yang berada dalam tekanan ekonomi dan emosi bermunculan di mana-mana, diperkuat oleh semangat Natal.
Toko telah menawarkan diskon dan menyiapkan kotak untuk sumbangan pakaian atau uang. Iklan di TV mendesak warga Lebanon untuk mengemas tas sumbangan alih-alih koper untuk bepergian.
Sedangkan kampanye lain mendesak warga Lebanon di luar negeri untuk pulang membawa obat-obatan, pakaian, dan barang untuk diberikan. Hal itu mendorong kehadiran seluruh masyarakat karena Lebanon membutuhkan bantuan.
Beberapa restoran menawarkan makanan gratis, dan toko roti menyediakan roti untuk siapa saja yang membutuhkan. Studio yoga menyelenggarakan kelas untuk menggalang dana bagi yang membutuhkan.
Grup Whatsapp dan halaman Instagram berbagi alamat bisnis kecil lokal untuk digunakan untuk pembeli hadiah Natal. "Kita semua bersama-sama," kata salah satu yang dikampanyekan.
Sekelompok pengembang web membuat aplikasi, Khayyak atau Your Brother. Aplikasi itu digunakan dalam berkoordinasi antara orang pemberi bantuan dan orang yang membutuhkan. "Jangan kehilangan harapan, Anda tidak sendirian," kata iklan untuk aplikasi tersebut.
Upaya ini sebagian didorong semangat kewirausahaan terkenal yang membantu Lebanon melewati banyak krisis sebelumnya. Negara tersebut telah mengalami perang saudara 15 tahun dan beberapa perang dengan Israel yang menghancurkan infrastruktur dan ekonomi.
Mahasiswa berusia 21 tahun bernama Rim Majid sengaja keluar dari universitas di Beirut untuk berpartisipasi dalam revolusi saling bantu itu. Keputusan itu muncul setelah mendengar berita tentang kasus pria yang bunuh diri pada awal Desember.
Majid menaruh sebuah wajan di sebuah tempat protes di pusat kota untuk membuat manousheha atau sebuah roti pipih tradisional Lebanon. Di sebelah wajan ada kotak sumbangan dengan nama pria yang meninggal.
"Penderitaan ada sebelumnya, tapi sekarang kita sedang mengalami krisis, yang hanya akan bertambah buruk," kata Majid.