REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) segera segera mengumumkan pemenang Proyek Pengembangan Bandara Komodo di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada Kamis (26/12) sore. Dengan begitu Bandara Komodo segera dikelola denhan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Kemenhub Hengki Angkasawan menjelaskan lengembangan Bandara Komodo dilakukan untuk menunjang kawasan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur. Labuan Bajo menjadi salah satu dari lima Bali baru atau kawasan destinasi pariwisata superprioritas.
Proyek KPBU tersebut dilkaukan untuk mendapatkan badan usaha yang memiliki kompetensi dan kemampuan mengelola Bandara Komodo sesuai dengan tahapan pembangunan yang telah direncanakan. Selain itu juga
Peningkatan kinerja dan pelayanan Bndara Komodo kepada pengguna jasa.
"Ini juga untuk meningkatkan jumlah penumpang sampai dengan empat juta penumpang dan kargo sebesar 3.500 ton pada tahun 2044 dan memperluas konektifitas nasional dan internasional," jelas Hengki.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat ini sudah mengantongi pemenang lelang operator internasional Bandara Komodo di Labuan Bajo. Dalam lelang tersebut, terdapat beberapa negara yang berubut menjadi pengelola Bandara Komodo.
"Sekarang sudah ada pemenangnya tapi saya belum bisa menyampaikan, sedang finalisasi," kata Budi saat berbincang dengan Republika.co.id.
Dia mengatakan ada lima sampai enam negara yang ikut serta dalam lelang pengelola bandara di salah satu Bali baru itu. Beberapa negara yang mengikuti lelang yaitu Perancis, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Malaysia.
Dengan begitu, Budi memastikan tahun ini akan mengkerjasamakan Bandara Komodo dengan operator internasional. Budi mengharapkan nantinya layanan di bandara tersebut akan meningkat.
Selain itu, Budi menuturkan kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) pada pengelolaan Bandara Komodo akan menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah (APBN). "APBN tidak banyak keluar dan masyarakat puas. Tapi kami punya peran bandara perintis lebih intens jaminan keselamatan dan pelayanan," jelas Budi.
Meskipun akan dikelola oleh operator internasional, Budi memastikan porsi Indonesia akan lebih besar. Dia menegaskan swasta Indonesia tetap memiliki saham 51 persen dan swasta asing yang menjadi operatornya memiliki saham 49 persen.