Kamis 26 Dec 2019 12:19 WIB

Prostitusi Berkedok Kawin Kontrak di Bogor

Setidaknya ada enam desa di Puncak Bogor yang menjadi lokasi kawin kontrak.

Rep: Ali Mansur/Nugroho Habibi/ Red: Indira Rezkisari
Para tersangka digiring polisi saat rilis kasus kawin kontrak di kawasan Puncak di Polres Bogor, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Senin (23/12/2019). Sebanyak empat orang tersangka kasus kawin kontrak (kawin berlabel halal) di wilayah Puncak Bogor diamanakan polisi dan dijerat dengan UU tindak pidana perdagangan orang dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara.
Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Para tersangka digiring polisi saat rilis kasus kawin kontrak di kawasan Puncak di Polres Bogor, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Senin (23/12/2019). Sebanyak empat orang tersangka kasus kawin kontrak (kawin berlabel halal) di wilayah Puncak Bogor diamanakan polisi dan dijerat dengan UU tindak pidana perdagangan orang dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Women Working Group (WWG), Nukila Evanty, menilai fenomena praktik prostitusi berkedok kawin kontrak tidak diketahui sejak kapan mulai terjadi. Ada dua dugaan penyebab praktik seperti ini terus terjadi dan bukan hal yang baru, yaitu faktor ekonomi dan pembiaran.

"Kemiskinan atau terbatasnya lapangan kerja terutama bagi perempuan. Kehadiran turis-turis asing itu dapat mendatangkan kesejahteraan tetapi juga merusak nilai suatu tempat. Kedua, adanya pembiaran sehingga menjadi lumrah atau lazim," ujar Evanty, Kamis (26/12).

Lanjut Evanty, kawin kontrak merugikan perempuan dan anak dari perkawinan tersebut. Perempuan setelah habis masa kontraknya ditinggalkan laki-lakinya tanpa ada proses perceraian atau pertanggungjawaban. Bahkan tidak mengikuti proses yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan.

"Perempuan tersebut secara psikis, mental dan fisik adalah korban. Bagaimana pula jika ada anak yang lahir dari status perkawinan kontrak tersebut?" keluh Evanty, dalam siaran persnya.

Padahal, kata Evanty dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, atau rumah tangga yang bahagia dan kekal. Mengacu pada pasal itu tak ada satupun unsur kawin kontrak terpenuhi. Sebab hak dan kedudukan istri dan perempuan tersudutkan.

"Dalam kawin kontrak semua hak anak akan berpotensi dilanggar dan ada juga  kemungkinan terjadi perkawinan anak, atau anak di bawah umur 19 tahun dikawinkan dengan orang asing," kata Evanty mengingatkan.

Evanty menegaskan, perkawinan kontrak tidak dicatat menurut peraturan atau hukum di Indonesia. Bahkan kawin kontrak ini jelas melanggar konstitusi pasal 28B yaitu setiap orang berhak membentuk keluarga serta melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Serta negara menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

"Perlu diingat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tersebut yang menyebutkan kawin kontrak atau mut’ah hukumnya adalah haram," kata Evanty.

Evanty meminta pelaku dan muncikari untuk diseret ke dalam pelanggaran atas delik Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Perdagangan Orang. Pencegahan kasus ini perlu perhatian khusus dari masyarakat sebagai garda terdepan untuk mencegah kawin kontrak tersebut.

"Kemudian juga kesadaran dan perlindungan dari pemerintah desa, kabupaten dan seterusnya," tutupnya.

photo
Kapolres Bogor AKBP Muhammad Joni (kedua kanan) bersama Bupati Bogor Ade Yasin (tengah), Ketua MUI Kabupaten Bogor Ahmad Mukri Aji (kedua kiri), Dandim 0621/Kabupaten Bogor Letkol Inf Harry Eko Sutrisno (kiri) dan Kepala Kejari Kabupaten Bogor Munaji (kanan) memberikan keterangan pers saat rilis kasus kawin kontrak di kawasan Puncak di Polres Bogor, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Senin (23/12/2019).

Enam Desa

Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan ada enam desa di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang kerap dijadikan lokasi berlangsungnya kawin kontrak. Salah satunya di Desa Tugu Utara.

"Di sekitar Desa Tugu Utara, Desa Tugu Selatan, Desa Batulayang, Desa Cibeureum, Desa Cisarua, dan Desa Cipayung," ujarnya kepada Antara di Cibinong, Kabupaten Bogor.

Tarif kawin kontrak di enam desa tersebut mulai dari Rp 5 juta sampai Rp 20 juta dengan rentang waktu kontrak mulai dari satu hingga dua bulan. Ia memastikan masyarakat Puncak, Bogor, tidak terlibat dalam perkara kawin kontrak.

Menurut dia, kawin kontrak mayoritas dilakukan oleh eks tenaga kerja wanita (TKW) asal Cianjur Selatan dengan turis dari Timur Tengah. "Ini perlu perhatian dan peran khusus agamawan. Diperlukan juga operasi lintas operasi," kata Ade Yasin.

Empat tersangka pelaku perdagangan orang berkedok kawin kontrak di Puncak Kabupaten Bogor sudah ditahan. Kapolres Bogor AKBP M Joni menjelaskan, pengungkapan dilakukan di dua lokasi.

"Kita tindak lanjuti dengan pengungkapan di dua TKP, yang satu tersangka perempuan dan laki-laki, yang satu mobil lagi satu laki-laki dan perempuan," kata Joni saat menggelar konferensi pers di Mapolres Bogor, Senin (23/12).

Joni mengungkapkan, empat orang pelaku berhasil diciduk di sebuah vila yang berbeda di Desa Cibereum, Kecamatan Cisarua. Selain membekuk pelaku, pihaknya juga berhasil mengamankan enam korban wanita yang akan dijual dengan modus kawin kontrak atau prostitusi dan seorang wisatawan asing asal Timur Tengah.

Pelaku yang berhasil diciduk yakni berinisial ON, IM, BS dan K. Dia menjelaskan, pelaku biasanya adalah mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang fasih berbahasa Arab. Sehingga, cara transaksi dengan wisatawan asal Timur Tengah juga menggunakan bahasa Arab.

"Jika tamu menang orang Arab asli maka dia (pelaku) baru memberikan informasi yang sebenarnya (tentang kawin kontrak)," jelasnya.

Berdasarkan pengakuan pelaku, Joni menjelaskan, pelaku menjajakan korban dengan harga Rp 10 juta selama lima hari. Namun, tamu asal Timur Tengah tersebut menawar dengan harga Rp 7 juta.

Bupati Bogor Ade Yasin bertekad mengembalikan kawasan Puncak menjadi tujuan wisata nasional. Kawasan Puncak Bogor saat ini telah dicoret  Kementerian Pariwisata dari daftar daerah tujuan wisata atau Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) sejak 2015.    

Karena, menurut dia, jika tidak, maka akan menghambat Program The City of Sport and Tourism. Yaitu meningkatkan angka kunjungan wisata Kabupaten Bogor menjadi 10 juta wisatawan per tahun, dari kondisi semula 7,3 juta wisatawan per tahun.

photo
Pemilik rumah yang diduga menjadi perantara kawin kontrak Agus (keempat kanan) diinterogasi oleh petugas berwenang saat penggerebekan Warga Negara Asing (WNA) di Komplek Surya Purnama, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (12/6/2019).

Bukan Hanya Bogor

Kawin kontrak juga tidak hanya terjadi di Bogor. Di Singkawang, kawin kontrak terjadi dengan modus berbeda.

Wanita di Kalimantan Barat dikawinkan dengan pria asal China lalu dibawa ke sana. Kemiskinan biasanya menjadi salah satu penyebab kawin kontrak di Singkawang.

Seperti pengalaman seorang wanita untuk kawin kontrak dengan WNA China hanya semata-mata untuk mengubah hidup agar lebih baik. Semua itu berawal dari iming-iming seseorang (agen) yang menjanjikan bisa mengubah hidupnya.

Iming-imingnya, setelah nikah dirinya diperbolehkan pulang ke Singkawang setelah berada di China selama dua bulan. Namun, kenyataannya dia tidak diperbolehkan pulang, dia justru dipaksa bekerja.

Sebelum berangkat di China, da sempat menerima uang Rp 20 juta dari agen. Uang sebanyak itu sebagai mahar pernikahan. Sementara untuk proses pernikahan di Singkawang biasa-biasa saja.

Tiba di China, dirinya langsung diminta bekerja menjahit baju dan sarung tangan. Hal ini selalu ia tolak karena sesuai perjanjian sebelum berangkat ke China, ia tidak diperbolehkan kerja.

Karena tidak tahan diperlakukan semena-mena oleh keluarga suami, IN melarikan diri dari rumah suaminya. Hal itu bahkan sudah sering dipikirkannya, namun sulit dilakukan karena terus diancam oleh keluarga suami.

Kasus IN hanya satu dari sekian insiden kawin kontrak di Kalimantan. Pertengahan tahun ini imigrasi Kota Pontianak, Kalimantan Barat, bersama aparat kepolisian membongkar dugaan sindikat tindak pidana perdagangan orang dengan modus kawin kontrak.

Praktik tersebut terbongkar setelah petugas melakukan penggerebekan dan penggeledahan di sebuah rumah mewah di Jalan Purnama, Komplek Surya Purnama, Kecamatan Pontianak Selatan.

Rumah tersebut ditengarai menjadi tempat penampungan sejumlah warga negara asing (WNA) asal China, yang akan menikah dengan wanita Indonesia dengan iming-iming uang jutaan rupiah. Dalam penggerebekan itu, satu orang pemilik rumah bersama dua warga negara asing (WNA) terduga agen penghubung kawin kontrak diamankan petugas.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement