REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua warga negara Indonesia berhasil lepas dari penyanderaan kelompok Abu Sayyaf. Namun, pembebasan dua Warga Negara Indonesia (WNI) mengorbankan tentara dari Filipina.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi mengatakan, pemerintah Indonesia telah menyampaikan rasa duka atas kejadian tersebut. "Pembebasan sandera tidak pernah mudah, dan kali ini bahkan jatuh korban dari pihak militer Filipina," ujar Retno dalam konferensi pers penyerahan dua sandera Kelompok Abu Sayyaf ke keluarga, Kamis (26/12).
Atas kehilangan tersebut, Retno menyampaikan langsung rasa duka ke Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri Filipina. Meski tidak secara rinci menjelaskan proses pembebasan, Retno menekankan, dengan jatuhnya korban sudah dapat menjelaskan gambaran proses yang cukup berat dalam pembebasan sandera.
Pada 22 Desember terjadi kontak senjata dengan Kelompok Abu Sayyaf. Baku tembak ini pun berhasil meloloskan dua sandera Indonesia, Maharudin Lunani berusia 48 tahun dan Samiun Maneu berusia 27 tahun.
Mereka berdua ditahan oleh kelompok tersebut selama 90 hari di Filipina. Saat ini masih ada satu sandera Indonesia yang merupakan anak dari Maharudin bernama Muhammad Farhan belum bisa dibebaskan.
Ketiga warga Indonesia diculik oleh Kelompok Abu Sayyaf pada September 2019 saat mereka mencari ikan di perairan Lahad Datu, Malaysia. Mereka kemudian di bawa ke Sulu, Filipina, dan menjadi tahanan. "Ke depan upaya prefentif menjadi sangat penting agar tidak jatuh korban lagi di masa mendatang," ujar Retno.
Untuk menghindari terulang kembali peristiwa penyanderaan kembali, Retno menekankan, akan menguatkan hubungan triateral antara Indonesia, Filipina dan Malaysia. Saat ini mekanisme hubungan triatelar sudah ada dan hanya perlu dikuatkan.
"Pada saat berbicara masalah safety, security, tidak hanya terjadi pada warga negara Indonesia, tapi korban penculikan itu terkait dengan warga negara asing lain," ujar Retno selepas konferensi pers.