REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Pada 27 Desember 2007, mantan perdana menteri Pakistan Benazir Bhutto dibunuh pada usia 54 di kota Rawalpindi, Pakistan. Lahir pada tahun 1953 dari keluarga pemilik tanah yang kaya, Bhutto tumbuh di dunia elit politik Pakistan yang istimewa, menerima gelar sarjana dari Harvard dan Oxford.
Bhutto adalah pemimpin wanita pertama yang terpilih secara demokratis di negara Muslim. Ayahnya, Zulfikar Ali Bhutto mendirikan PPP pada 1967. Ia kemudian menjabat sebagai presiden dan perdana menteri dari 1971 hingga 1977.
Kala itu ia digulingkan dalam kudeta militer tanpa darah yang dipimpin oleh Jenderal Mohammad Zia ul. Ia didakwa mengotorisasi pembunuhan lawan politik.
Penggulingan ayahnya dan eksekusi berikutnya pada April 1979 memberikan kesempatan Benazir Bhutto muda ke dalam sorotan politik. Dia dan ibunya, Nusrat, menghabiskan beberapa tahun di dalam dan di luar tahanan karena memprotes penangkapannya dan berkampanye melawan Jenderal Zia.
Pada Agustus 1988, Zia meninggal dalam kecelakaan pesawat. Tiga bulan kemudian, Bhutto memenangkan pemilihan umum dan membentuk pemerintahan. Bhutto menjadi wanita pertama dan termuda, pada usia 35 tahun, untuk memimpin negara Muslim di zaman modern.
Diberhentikan pada 1990 setelah kurang dari setengah masa jabatan sebagai perdana menteri, ia terpilih kembali pada 1993 dan menjabat lagi sampai 1996. Kedua kali, ia dicopot dari jabatannya oleh presiden yang menjabat (Ghulam Ishaq Khan pada 1990 dan Farooq Leghari pada 1996) di tengah tuduhan korupsi dan pemerintahan yang tidak kompeten.
Setelah pemecatannya yang kedua dari jabatannya, Bhutto dan suaminya, Asif Ali Zardari, menghadapi tuduhan berbagai bentuk kesalahan keuangan. Termasuk tuduhan menerima suap bernilai jutaan dolar dan pencucian uang melalui bank-bank Swiss. Zardari menghabiskan delapan tahun di penjara, sementara Bhutto tinggal di pengasingan di London dan Dubai dengan tiga anaknya.
Pada 2007, di bawah tekanan dari para pendukung Bhutto dalam pemerintahan AS, Presiden Pervez Musharraf memberikan amnesti kepada Bhutto, Zardari, dan politisi Pakistan lainnya dengan tuduhan korupsi.
Pada 18 Oktober tahun itu, meskipun serentetan ancaman kematian dari militan Islam, Bhutto kembali ke Pakistan dengan rencana untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum 2008. Pada hari kedatangannya, dia nyaris lolos dari serangan bom bunuh diri pada konvoinya yang menewaskan sedikitnya 136 orang dan melukai lebih dari 450.