Sabtu 28 Dec 2019 14:14 WIB

Seekor Penyu Mati Ditemukan di Pantai Pangandaran

Penemuan penyu yang mati di Pantai Pangandaran itu merupakan yang kedua kalinya.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Esthi Maharani
Petugas Resor KSDA Pangandaran mengecek seekor penyu yang ditemukan mati di Pantai Barat Pangandaran, Jumat (27/12).
Foto: Dok KSDA Pangandaran.
Petugas Resor KSDA Pangandaran mengecek seekor penyu yang ditemukan mati di Pantai Barat Pangandaran, Jumat (27/12).

REPUBLIKA.CO.ID, PANGANDARAN -- Seekor penyu sisik ditemukan dalam kondisi mati di Pantai Barat Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jumat (27/12). Bangkai yang pertama kali dilihat oleh warga itu telah diamankan oleh petugas Resor Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Pangandaran.

Kepala Resos KSDA Pangandaran, Uking Iskandar mengatakan, penyu yang ditemukan mati itu berusia sekitar 2 tahun. Diperkirakan, penyu tersebut tersangkut di rawai senggol atau alat pancing yang biasa ditempatkan di dasar laut untuk menangkap ikan.

"Lebar penyunya sekitar 26 sentimeter (cm) dan panjang 35 cm. Bangkai penyu langsung dikubur di sana, setelah didata petugas," kata dia ketika dikonfirmasi Republika, Sabtu (28/12).

Ia mengatakan, penemuan penyu yang mati di Pantai Pangandaran itu merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya, lanjut dia, pernah juga ditemukan seekor penyu mati karena terjebak di rawai senggol. Namun, ketika itu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangandaran langsung membuat aturan agar nelayan tak menggunakan rawai senggol. Baru kali ini, setelah beberapa tahun terakhir, kembali ditemukan penyu mati di Pangandaran.

Uking menjelaskan, saat ini populasi penyu semakin berkurang setiap tahunnya. Di Pangandaran misalnya, tak lagi terlihat penyu yang mendarat untuk untuk bertelur. Menurut dia, di pantai selatan Jawa Barat, hanya wilayah Pantai Sindangkerta, Kabupaten Tasikmalaya, yang masih sering menjadi tempat mendaratnya penyu untuk bertelur.

Sebelumnya, Kepala Pos Suaka Margasatwa Sindangkerta Atoy Kuswanda mengatakan, dari tahun ke tahun frekuensi pendaratan penyu hijau memang terus berkurang. Salah satu penyebabnya adalah abrasi yang terjadi di pantai selatan Tasikmalaya. Bahkan, ia menyebut, dalam setahun abarasi yang terjadi di Desa Sindangkerta bisa mencapai 8-9 meter.

Ia mengatakan, abarasi yang terjadi membuat strutur pasir berubah dan penyu kesulitan untuk bertelur dalam pasir. Apalagi, lanjut dia, penyu hijau bisa bertelur di pasir yang kering.

Ia berharap, ada kesadaran warga maupun pemerintah untuk meminimalisir abrasi yang terjadi. Pasalnya, berkembangbiaknya penyu sangat penting untuk fungsi ekologis lingkungan.

"Dia (penyu) kan salah satu satwa purbakala yang memiliki usia sangat panjang, sampai ratusan tahun dan masih bisa bertelur," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement