Selasa 31 Dec 2019 09:09 WIB

Kasus Novel Dicurigai Diarahkan pada Pelaku Tunggal

Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak Presiden Jokowi membentuk TGPF kasus Novel.

Pelaku penyiraman air keras Penyidik KPK Novel Baswedan dibawa petugas untuk dipindahkan ke Bareskrim Mabes Polri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (28/12/2019).
Foto: Antara/Abdul Wahab
Pelaku penyiraman air keras Penyidik KPK Novel Baswedan dibawa petugas untuk dipindahkan ke Bareskrim Mabes Polri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (28/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Silvy Diah Setiawan, Sapto Andika Candra

Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang melibatkan orang-orang berintegritas dan kompeten. Tim Advokasi menilai terlibatnya aparat negara dalam hal ini dua anggota Polri aktif perlu mendapat perhatian, evaluasi dan kebijakan serius dari Presiden Joko Widodo.

Baca Juga

"Pembentukan TGPF agar kasus serangan terhadap Novel dapat terungkap hingga aktor intelektual atau penggeraknya," tegas salah seorang Tim Advokasi Novel , M Isnur dalam keterangannya, Senin (30/12).

Isnur menuturkan, penangkapan dua tersangka penyiram Novel yang merupakan anggota Polri aktif menyisakan banyak pertanyaan. Salah satunya, yakni pasal yang dikenakan terhadap tersangka adalah Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang penganiyaan yang mengakibatkan luka berat.

"Tim Advokasi melihat ada kecenderungan yang dibangun bahwa tersangka adalah pelaku tunggal dan menyederhanakan serta mengalihkan kasus kejahatan ini karena persoalan dendam pribadi," terang Isnur.

Terlebih, pernyataan tersangka yang mengaku melakukan bahwa Novel pengkhianat dengan merujuk pada tindakan KPK dan Novel dalam membongkar korupsi penting dilihat sebagai kode yang sangat nyata. Bila ditelisik, karakter lembaga kepolisian memiliki sistem komando dan pangkat, tersangka yang memiliki pangkat rendah menunjukkan tindakannya bukanlah tindakan individual.

Bila dicermati lebih lanjut, Novel selama menjadi penyidik yang menangani kasus korupsi terbatas pada kewenangan KPK, yakni menindak penegak hukum atau penyelenggara negara yang korupsi di atas Rp 1 miliar. Oleh karenanya, jika penyidik melepaskan konteks dan latar belakang tersebut dan hanya menempatkan ini sebagai kejahatan dengan dendam pribadi, maka dapat diduga ada upaya untuk mengaburkan kasus yang sesungguhnya, memutus rantai pemufakatan jahat dalam kasus ini.

"Penyidik seharusnya dapat menggunakan pasal penyertaan 55 KUHP meskipun belum ada tersangka lain," ujarnya.

Menurut Isnur, hal ini pernah dilakukan Polri saat mengenakan pasal 55 kepada Pollycarpus sebagai tersangka pembunuh Munir. Bahkan, dalam kasus Munir dibentuk Tim Pencari Fakta Independen yang mengungkap adanya keterlibatan Petinggi Lembaga Negara dan Penyidik pun melakukan penyidikan tidak sampai hanya pelaku lapangan saja.

Mantan pimpinan KPK, Busyro Muqoddas mengatakan tidak masuk akal penyerangan terhadap Novel Baswedan karena dendam pribadi. Busyro menanggapi terduga pelaku yang mengaku penyerangan dilakukan karena motif pribadi.

"Jadi sama sekali tidak logis ini karena sentimen pribadi dari siapa pun juga yang mengaku-ngaku. Kalau itu sentimen pribadi, kenapa baru sekarang orang itu baru melakukan pengakuan," kata Busyro di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin (30/12).

Ia mengatakan, percobaan penyerangan terhadap Novel sendiri sudah beberapa kali selain penyiraman air keras. Percobaan penyerangan tersebut, katanya, dikarenakan peran Novel dalam membongkar kasus-kasus besar.

Menurutnya, sudah ada enam hingga tujuh percobaan penyerangan yang dilakukan terhadap Novel. Bahkan, penyerangan juga dilakukan kepada penyidik lain yang memiliki wajah mirip dengan Novel.

"Penyidik itu mengatakan, ini yang ditarget bukanlah saya, tapi Novel. (penyidik yang merupakan) Polisi aktif saat itu yang kena sasaran, ditabrak mobil besar dan kakinya patah berat," kata Busyro.

Ia juga menyebut, penyerangan ini dilakukan dengan cara yang sistematis. Sebab, penyerangan ini bukan indikasi sentimen pribadi melainkan teror terhadap lembaga KPK.

Hal ini ia katakan karena tidak hanya Novel yang pernah diteror. Bahkan, pimpinan KPK lainnya seperti Agus Raharjo, Laode M Syarif hingga penyidik lainnya juga pernah diteror.

"Rangkaian-rangkaian itu menunjukkan kalau bukan kepada pribadi Novel saja, tapi kepada lembaga KPK. Ujung-ujungnya revisi UU KPK yang justru kemudian disetujui oleh presiden. Semuanya terjawab sudah di akhir tahun ini," ujarnya

Busyro pun pesimistis terhadap penyelesaian kasus Novel Baswedan.

"Saya belum bisa optimis," kata Busyro.

Tidak optimisnya Busyro, karena belum ada indikasi terhadap kepolisian untuk mengungkap siapa dalang di balik kasus tersebut. Sehingga, kepolisian diminta untuk mengusut hingga tuntas kasus itu.

"Cukup banyak menemukan pelaku sesungguhnya, tapi aktor intelektualisnya tidak ditemukan. Itu dikhawatirkan seperti menganggap masyarakat itu dungu, padahal tidak," katanya.

Kepolisian belum bisa memastikan apa motif pelaku penyerangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Sebab, sampai saat ini pelaku masih dalam pemeriksaan penyidik lebih lanjut.

"Untuk motif pelaku, tunggu pemeriksaan selesai dulu ya. Nanti saya akan sampaikan juga ke rekan-rekan media. Untuk kapannya saya belum bisa memastikan masih ada pemeriksaan lanjutan. Sabar ya," kata Kadivkum Polri Irjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho saat dihubungi Republika, Ahad (29/12).

[video] LPSK: Novel Baswedan tidak Bisa Dituntut Balik

Respons Jokowi

Presiden Jokowi meminta semua pihak menghindari spekulasi apa pun terkait penangkapan dua terduga pelaku penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Presiden pun meminta masyarakat memberi ruang bagi Polri untuk membuktikan fakta-fakta di balik penangkapan dua tersangka pelaku teror, yakni RM dan RB.

"Kita sangat menghargai, mengapresiasi apa yang sudah dikerjakan oleh Polri. Tapi yang paling penting kawal bersama. Jangan sampai ada spekulasi-spekulasi yang negatif. Ini kan baru pada proses awal penyidikan dari ketemunya tersangka itu," kata Jokowi di Kawasan Kota Lama Semarang, Senin (30/12).

Jokowi juga mengapresiasi langkah Polri menangkap dua terduga pelaku penyerangan Novel. Terpenting, ujar presiden, masyarakat harus bersama-sama mengawal penyelesaian kasus ini. Presiden memandang bahwa penangkapan terduga pelaku teror terhadap Novel ini baru langkah awal dari penyidikan dan pengungkapan kasus ini.

"Ini proses awal penyidikan dari ketemunya tersangka itu. Nanti kita ikuti terus, kawal terus. Sehingga benar-benar apa yang menjadi harapan masyarakat itu ketemu. oh ini, yaudah," jelas Jokowi.

Sebelumnya, saat dikonfirmasi, Novel mengaku mengapreasiasi pengungkapan teror terhadap dirinya. Namun, ia merasa janggal terhadap motif para pelaku yang mengaku dendam terhadap dirinya.

"Tentunya di satu sisi saya lihat positif dari upaya pengungkapan. Tapi disiisi lain ketika dia (tersangka) berbicara terkait masalah pribadi dengan saya ini lelucon apa lagi. Kemudian dendam pribadi, memang saya punya hutang apa. Dan saya berpikir lebih baik saya bertemu orangnya," ujar Novel di kediamannya pada Jumat (27/12) malam.

"Saya tak mau berkomentar lebih lanjut. Karena pastinya polisi masih melakukan pemeriksaan kita harus menghormati dan satu lagi yang penting jangan sampai objektivitas ditinggalkan," tambahnya.

photo
TPF Polri Gagal Temukan Penyerang Novel

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement