Selasa 31 Dec 2019 11:55 WIB

Teror Terhadap KPK: Mulai dari Novel Hingga Pimpinan KPK

Pemimpin KPK seperti Agus Raharjo dan Laode M Syarif juga pernah diteror.

Pelaku penyiraman air keras Penyidik KPK Novel Baswedan dibawa petugas untuk dipindahkan ke Bareskrim Mabes Polri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (28/12/2019).
Foto: Antara/Abdul Wahab
Pelaku penyiraman air keras Penyidik KPK Novel Baswedan dibawa petugas untuk dipindahkan ke Bareskrim Mabes Polri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (28/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas, menilai, penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan tidak bisa dipisahkan dari pekerjaannya sebagai penyidik KPK. Menurut dia, percobaan penyerangan terhadap Novel sudah sekitar tujuh kali sebelum kasus air keras.

Percobaan tersebut, kata Busyro, karena peran Novel dalam membongkar kasus-kasus besar. Bahkan, penyerangan sempat menyasar kepada penyidik lain yang wajahnya mirip Novel.

Baca Juga

"Penyidik itu mengatakan, ini yang ditarget bukanlah saya, tapi Novel. (Penyidik yang merupakan) polisi aktif saat itu yang kena sasaran, ditabrak mobil besar dan kakinya patah berat," kata ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum HAM dan Kebijakan Publik di Yogyakarta, Senin (30/12).

Penyerangan yang dilakukan dengan cara yang sistematis itu, kata dia, bertujuan meneror KPK. Sebab, bukan saja Novel yang pernah diteror. Bahkan, pemimpin KPK lainnya seperti Agus Raharjo, Laode M Syarif, hingga penyidik lainnya juga pernah diteror. "Rangkaian-rangkaian itu menunjukkan kalau bukan kepada pribadi Novel saja, melainkan kepada lembaga KPK," kata Busyro.

Busyro menilai, kepolisian harus hati-hati dalam mengungkap kasus penyiraman Novel Baswedan. Hal itu terkait pengakuan Novel soal keterlibatan seorang jenderal dalam kasusnya. Pernyataan Novel, kata dia, harus menjadi perhatian kepolisian.

"Statement Novel (soal keterlibatan jenderal) waktu itu secara terbuka sudah ada standarnya, sebagai penyidik senior (KPK). Standar inilah yang harus menjadi perhatian dari Mabes Polri," kata dia.

Penyerangan terhadap Novel karena banyaknya kasus besar yang ditanganinya di KPK. Bahkan, kasus-kasus tersebut menyangkut nama-nama 'keren'. Karena itu, kepolisian diminta lebih berhati-hati mengambil langkah dalam mengungkap kasus ini.

"Harus ekstra hati-hati dalam melangkah lebih lanjut untuk membongkar kasus ini. Apakah bisa dari Polri aktif yang ditangkap itu, apakah ada di luar itu, termasuk aktor intelektualisnya," ujar Busyro.

Meski begitu, Busyro pesimistis kasus Novel bisa diselesaikan hingga tuntas. Sebab, belum ada indikasi kepolisian akan mengungkap siapa dalang di balik kasus tersebut. "Cukup banyak menemukan pelaku sesungguhnya, tapi aktor intelektualisnya tidak ditemukan. Itu dikhawatirkan seperti menganggap masyarakat itu dungu, padahal tidak," katanya.

photo
Pekerja membersihkan logo KPK, di Gedung Merah Putih, Jakarta.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengaku tak mempermasalahkan pihak yang mengkritik pengungkapan kasus tersebut. Menurut dia, kasus penyerangan terhadap Novel akan terbuka terang di pengadilan.

"Apa pun yang ditemukan pemerintah pasti ada yang bertepuk karena senang, pasti ada yang mengkritik, itu bagian dari kritik. Tidak apa-apa nanti dibuka saja di pengadilan," ujar Mahfud di Badan Keamanan Laut, kemarin.

Menurut Mahfud, setiap kejanggalan yang ada pada kasus yang terjadi pada 2017 itu akan terungkap di pengadilan, termasuk soal sketsa wajah pelaku. Ia yakin pengungkapan kasus tersebut akan dilakukan secara transparan meski pelaku merupakan seorang anggota Polri aktif.

"Lho, pengadilan bukan anak buahnya polisi. Pengadilan ndak bisa didikte, kejaksaan juga bukan anak buahnya polisi," kata dia. n silvy dian setiawan/ronggo astungkoro, ed: ilham tirta

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement