REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi pada Senin (31/12) mengutuk serangan udara AS terhadap pangkalan milisi Irak yang didukung Iran. Serangan tersebut dinilai dapat menjerumuskan Irak lebih jauh ke konflik antara Washington dan Teheran.
Militer Amerika Serikat melakukan serangan udara pada Ahad (30/12) terhadap milisi Kataib Hizbullah sebagai balasan atas tewasnya seorang kontraktor sipil AS dalam serangan roket di pangkalan militer Irak. Sumber-sumber Irak mengatakan sedikitnya 25 pejuang milisi tewas dan 55 lainnya mengalami luka-luka.
"Perdana menteri menggambarkan serangan Amerika terhadap pasukan bersenjata Irak sebagai serangan keji yang tidak dapat diterima yang akan memiliki konsekuensi berbahaya," menurut kantor Perdana Menteri Irak.
Ketegangan telah meningkat antara Teheran dan Washington, dua sekutu utama Irak, sejak tahun lalu ketika Presiden Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 dan menerapkan kembali sanksi. Awal bulan ini, Menlu AS Mike Pompeo menyalahkan pasukan yang didukung Iran atas serangan di pangkalan-pangkalan di Irak.
Mike mengatakan serangan apa pun oleh Teheran yang merugikan orang Amerika atau sekutu akan "dijawab dengan respons yang tegas." Iran membantah terlibat dalam serangan terhadap pasukan AS dan mengutuk serangan itu sebagai "terorisme".
"Iran tidak dapat membenarkan pemboman dan pembunuhan orang yang melanggar hukum internasional," kata juru bicara pemerintah Iran Ali Rabiei.
Serangan itu terjadi saat aksi unjuk rasa di Irak dengan ribuan orang turun ke jalan untuk mengutuk, antara lain, milisi seperti Kataib Hizbullah dan pendukung Iran lainnya. Mereka juga menuntut perombakan sistem politik yang korup dan membuat sebagian besar rakyat Irak berada dalam garis kemiskinan. Sekitar 400 orang di Basra memprotes serangan itu dan melakukan demonstrasi mendukung milisi.
Seorang pemimpin milisi terkemuka bersumpah akan membalas dendam terhadap pasukan AS di Irak.
"Balasan kami akan sangat keras terhadap pasukan Amerika Serikat di Irak," komandan senior Jamal Jaafar Ibrahimi, juga dikenal sebagai Abu Mahdi al-Mohandes, mengatakan pada Ahad.
Mohandes adalah komandan senior Pasukan Mobilisasi (PMF) Irak, organisasi paramiliter yang sebagian besar terdiri dari milisi Syiah yang didukung Iran yang diintegrasikan ke dalam angkatan bersenjata Irak. Dia juga salah satu sekutu Iran yang paling kuat di Irak dan sebelumnya memimpin Kataib Hizbullah, yang dia dirikan.
Pernyataan Mohandes disambut positif oleh para pendukung Iran. "Membalas dan merespons kejahatan ini adalah hak alami bangsa Irak dan kelompok-kelompok yang membela Irak," ujar Korps Pengawal Revolusi Islam, yang melatih beberapa milisi Irak termasuk Kataib Hizbullah.
Sumber-sumber keamanan Irak mengatakan pasukan AS di Irak utara meningkatkan keamanan. Pemerintah Irak akan mengumumkan posisi resminya hari Senin, kata Abdul Mahdi.
Pasukan Mobilisasi Irak mendukung pasukan keamanan Irak selama pertempuran untuk merebut kembali sepertiga negara itu dari ISIS. Mereka kemudian secara resmi diintegrasikan ke dalam struktur keamanan resmi Irak dan menggunakan pengaruh politik besar-besaran.
Selain itu, Aliansi Fatih Irak, sebuah blok politik yang mewakili milisi yang memegang jumlah kursi terbesar kedua di parlemen, mengutuk serangan udara. Ulama Syiah terkemuka Irak, Ayatollah Ali al-Sistani, juga mengutuk serangan itu dan mengecam serangan yang dituduhkan oleh milisi yang didukung Iran terhadap personel AS.
Dia mendesak pemerintah Irak untuk mencegah serangan-serangan semacam itu dan "memastikan Irak tidak menjadi ladang untuk menyelesaikan masalah-masalah regional dan internasional."
Abdul Mahdi mengatakan kebijakan pemerintah adalah menjaga Irak dari aliansi regional dan menjauhi perang. Setiap ketegangan di Irak akan menjadikan negara itu menjadi medan perang untuk perang proksi antara Amerika Serikat dan Iran, yang juga akan menjerat sekutu regional dari kedua belah pihak.
Kelompok kuat Syiah Lebanon, Hizbullah, yang didukung oleh Iran, juga mengutuk serangan udara itu. Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dia mengucapkan selamat kepada Pompeo "atas operasi penting Amerika Serikat terhadap Iran di wilayah ini".
Rusia, yang mendukung pemerintah Presiden Bashar al-Assad dalam perang saudara Suriah, mengatakan serangan itu tidak dapat diterima dan kontraproduktif. Pemerintah Suriah juga mengutuk serangan itu.