REPUBLIKA.CO.ID, MOGADISHU -- Somalia menuduh bahwa ada negara asing yang membantu merencanakan ledakan bom pada Sabtu di Mogadishu, yang merenggut sedikitnya 90 korban. Pihaknya juga mengatakan akan menyelidiki serangan tersebut dengan bantuan lembaga intelijen asing.
Pemboman itu merupakan yang paling mematikan dalam lebih dari dua tahun di negara yang hancur akibat kekerasan dan perang klan selama hampir tiga dekade. "Negara asing merencanakan pembantaian terhadap rakyat Somalia di Mogadishu pada 28 Desember 2019," tulis Badan Keamanan dan Intelijen Nasional (NISA) di akun Twitter pada Senin (30/12).
Pihaknya mengaku akan menggunakan bantuan dari lembaga intelijen asing untuk mendalami peristiwa itu. Tak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas ledakan dahsyat di pos pemeriksaan Ex-Control di barat laut Mogadishu.
Namun Wali Kota Mogadishu Omar Muhamoud menyalahkan kelompok al Shabaab yang terkait al-Qaeda. Kelompok itu kerap melakukan pemboman dalam upaya mengacaukan pemerintah pusat Somalia, yang didukung oleh pasukan penjaga perdamaian PBB dan Uni Afrika.
Sebelumnya, serangan paling mematikan dituduhkan kepada kelompok al Shabaab pada 2017 ketika sebuah truk sarat dengan bom meledak di dekat tangki BBM di Mogadishu, menewaskan hampir 600 orang.
Dalam beberapa tahun belakangan, Somalia menjadi ajang persaingan militer dan diplomatik antara Turki dan Qatar di satu sisi, dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab di sisi lain.