REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sampah kemasan sachet diprediksikan akan menumpuk. Sampai 2027 diperkirakan kemasan multilayer tersebut akan terjual hingga mencapai 1,3 triliun.
Ketua Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) Pris Polly Lengkong, di Jakarta, Selasa (31/12) menyatakan para pemulung sering mengabaikan sampah plastik multilayer atau kemasan sachet ini. “Bukan tanpa alasan. Selain karena harga sampah jenis kemasan sachetini murah, juga sulit untuk menjualnya. Sebab belum ada pihak-pihak yang ingin mendirikan pabrik daur ulangnya, termasuk juga dari industri yang selama ini menggunakan plastik kemasan sachet,” katanya.
Padahal dari hasil pemaparan aktivis Lingkungan Hidup Greenpeace, belum lama ini disampaikan bahwa sebanyak 855 miliar sampah sachet terjual di pasar global pada tahun 2019, dengan Asia Tenggara memegang pangsa pasar sekitar 50 persen.
Tak pelak, dengan terus meningkatnya produksi kemasan sachet, menjadikan potensi bertumpuknya sampah sachet juga meningkat.
Pris sangat menyayangkan tidak adanya dukungan dari industri yang menggunakan plastik bekas shacet ini.
Sebab, bila sampah sachet tidak didaur ulang, maka sampahnya akan terus bertumpuk, dan berpotensi terus terbawa sampai ke laut. Inilah yang dikhawatirkan Pris, karena produsen kurang memerhatikan dampak di hulu dari plastik bekas sachet ini.
Karenanya, untuk memotivasi para pemulung agar mau mengambil sampah plastik sachet, Pris mendorong industri pengguna plastik kemasan multilayer atau sachet mau membuat pabrik daur ulang.
Bila pembuatan pabrik daur ulang sachet sulit dilakukan, setidaknya para industri pengguna plastik kemasan sachet melakukan tanggung jawab sosialnya kepada para pemulung, dengan membeli hasil sampah sachet yang dikumpulkan para pemulung dengan harga yang lebih tinggi.
“Yang penting bisa merangsang pemulung untuk mau mengambil sampah plastik sachet ini,” kata Pris.
Pris juga menyarankan agar industri terkait sebaiknya tidak menggunakan bahan plastik multilayer di dalam kemasannya tapi berbahan selopan yang bisa didaur ulang.
Ia juga berharap pemerintah tegas membuat aturan untuk melarang plastik yang multilayer. "Kalau mau larang plastik, seharusnya melarang yang residu atau multilayer ini. Kalau sekarang ini kan yang dilarang justru penggunaan plastik yang sudah jelas bisa diolah lagi. Seharusnya pemerintah jangan melarang penggunaan plastik yang bisa didaur ulang,” ujarnya.
Kondisi ini menjadi semakin berat karena kebutuhan terhadap sampah kemasan sachet belum besar.
Ini berbeda dengan kebutuhan industri daur ulang terhadap sampah botol plastik pet. Beberapa waktu lalu, industri daur ulang di Indonesia menyatakan kesiapannya menampung sampah botol plastik, karena mereka menilai botol plastik bekas pakai tersebut masih memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi, karena dapat didaur ulang menjadi produk lain.
Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) Christine Halim juga kerap mengungkapkan daur ulang adalah solusi jitu dalam mengatasi sampah botol plastik.