Rabu 01 Jan 2020 03:36 WIB

Taiwan Loloskan Undang-Undang untuk Lawan Pengaruh China

Undang-Undang Taiwan digunakan untuk menangkal pengaruh China pada politik.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Peta Taiwan.
Foto: Chinamaps.info/ca
Peta Taiwan.

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Parlemen Taiwan meloloskan undang-undang anti-infiltrasi untuk menangkal ancaman dari China. Undang-undang itu diloloskan sebelum pemilihan presiden 11 Januari.

Legislasi itu bagian dari upaya bertahun-tahun untuk menangkal apa yang Taiwan anggap sebagai upaya China mempengaruhi politik dan proses demokrasi mereka. Taiwan menuduh China membiayai politisi dan media yang mendukung mereka.

Baca Juga

"Bangkitnya China menjadi ancaman bagi semua negara, dan Taiwan menghadapi ancaman paling besar," kata anggota partai berkuasa Democratic Progressive Party (DPP) Chen Ou-po, Selasa (31/12).

Langkah itu akan semakin meregangkan hubungan Taiwan dan Beijing. China curiga Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mendorong pulau itu meraih kemerdekaan resmi. Beijing terus menekan Tsai sejak ia mulai berkuasa pada 2016.

"Taiwan berada di garis terdepan infiltrasi China dan sangat membutuhkan undang-undang anti-infiltrasi untuk melindungi hak rakyat," kata Chen.

Anggota DPP yang mengusung Tsai berhasil meloloskan undang-undang tersebut dengan perbandingan suara 67-0. Walaupun ada kritik yang menyatakan undang-undang ini sebagai 'alat politik' untuk meraih suara sebelum pemilihan.

Oposisi utama pemerintah Partai Kuomintang yang lebih dekat dengan China tidak berpartisipasi dalam pemungutan suara undang-undang ini. Media pemerintah China melaporkan Kantor Urusan Taiwan China mengatakan DPP ingin mendapatkan banyak suara dan menimbulkan sikap permusuhan.

Kuomintang mengatakan mereka mendukung upaya melindungi Taiwan dari infiltrasi. Tapi mereka menuduh DPP terlalu terburu-buru meloloskan undang-undang itu demi mendapatkan banyak suara. Mereka mengatakan hal ini mengancam demokrasi Taiwan.  

Beberapa anggota Kuomintang melakukan protes dengan menduduki podium ketua parlemen selama sesi rapat. Mereka memegang papan bertuliskan 'Keberatan dengan undang-undang buruk' dan 'Pelanggaran hak asasi manusia'.

Para anggota parlemen dari Partai Kuomintang itu juga memakai topeng bertuliskan 'Keberatan'. Sekelompok pendukung partai pro-China juga melakukan protes di luar parlemen. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement