REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hujan yang mengguyur sejak hari terakhir tahun 2019 atau Selasa (31/12) sore kemarin, membuat sejumlah wilayah di Jabodetabek dilanda banjir pada hari pertama tahun 2020 atau Rabu (1/1). Salah satu wilayah yang terendam banjir adalah Kelurhan Cipinang Melayu, Jakarta Timur.
Meski memang menjadi salah satu daerah 'langganan' banjir, namun warga mengaku tidak menyangka banjir sudah melanda tempat tinggal mereka, meski belum memasuki puncak musim hujan. Bahkan, warga menilai banjir di awal tahun ini menjadi salah satu yang terparah dalam beberapa tahun terakhir.
"Januari sampai Maret bisanya memang hujan lagi besar-besarnya. Warga juga udah terbiasa beres-beres rumah jaga-jaga kalau banjir. Tapi hujan deras dari semalam, banjirnya sekarang," kata Gilang Kurnia (42), salah seorang warga.
Gilang Kurnia (42), menjadi salah satu warga yang terpaksa mengungsi di kompleks Universitas Borobudur, Jakarta. Ia mengatakan, banjir yang terjadi kali ini cukup parah karena hujan yang terjadi sejak Selasa (31/12) sore.
"Dari kemarin kan hujannya memang awet, sempat agak reda pas malam. Tapi besar lagi pas lewat tengah malam," ujarnya di Universitas Borobudur.
Hal senada juga diungkapkan oleh Muhammad Risyad (37), yang juga terkejut bahwa banjir terjadi pada awal tahun. Berdasarkan pengalamannya, jarang sekali banjir terjadi pada awal tahun baru seperti kali ini. Menurutnya, memang banyak yang tak menyangka bencana banjir terjadi di waktu seperti ini.
"Namanya malam tahun baru, warga biasanya senang-senang, tapi ini hujan dari kemarin. Saya juga mikir, malam paling berhenti, tapi sampai pagi masih deras dan kelihatannya banyak yang tidak siap juga," ujar Risyad.
Berdasarkan pantauan di kompleks Universitas Borobudur, ratusan pengungsi terpaksa mengamankan diri di sana terlebih dahulu. Tenda darurat dari Pemprov DKI Jakarta dan Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa juga sudah didirikan untuk tempat beristirahat para pengungsi. Dapur darurat juga sudah melayani para pengungsi yang kelaparan. Sebab akibat banjir, banyak toko yang menjual makanan dan minuman tidak buka.
Menurut Risyad, saat ini pengungsi membutuhkan pakaian, selimut, dan makanan. Karena mayoritas pengungsi datang ke pengungsian tanpa persiapan sebelumnya. "Banyak warga yang bajunya basah dan tidak bawa perlengkapan apa-apa. Makanan dan obat juga dibutuhkan," ujar Risyad.
Sementara itu, Firmansyah (43), menceritakan bahwa lingkungan sekitar rumahnya mulai terendam banjir sekitar pukul 02.00 WIB. Saat itu dirinya memang sedang terjaga, takut air masuk ke dalam rumahnya.
Melihat hujan yang tak kunjung reda dan air yang tak surut, ia pun mengajak keluarganya untuk pindah ke tempat kerabatnya yang berada di dataran yang lebih tinggi. Namun, air meninggi hingga sedada orang dewasa saat itu.
"Jadi terpaksa mengungsi ke sini, sempat bawa uang sama surat-surat. Tapi rumah tidak ada yang jaga, semoga cepat surut," ucapnya.
Ia mengaku sedih dengan banjir yang terjadi, sebab bencana ini justru terjadi di saat yang tak diprediksi sebelumnya. Firman bersama keluarganya terpaksa menginap terlebih dahulu di pengungsian. "Besok rencananya ke tempat saudara yang tidak kena banjir dulu, biar kitanya juga tenang," ujar Firman.
Diketahui, sekitar pukul 05.00 WIB, sebanyak 20 unit perahu karet milik Basarnas DKI Jakarta diterjunkan ke lokasi untuk mengevakuasi warga yang masih berada di rumahnya. Dikabarkan, ada tiga orang yang meninggal dunia saat banjir melanda Kelurahan Cipinang Melayu.
"Korban banjir di antaranya sampai saat ini di Cipinang Melayu sudah ada 1 meninggal dunia, dan diduga masih ada 2 orang yang meninggal dunia dalam upaya evakuasi," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus.