REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, mengatakan kecurangan dan hoaks pilkada, menjadi pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan.
Titi mengatakan 2020 akan diwarnai beberapa agenda politik penting, antara lain, pelaksanaan pilkada serentak gelombang keempat. Pilkada ini akan diselenggarakan di 270 daerah, mencakup 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
"Serta pada tahun ini pula akan dimulai pembahasan revisi UU Pemilu yang masuk salah satu prioritas legislasi 2020," kata Titi kepada Republika, Rabu (1/1).
Pilkada dan pembahasan revisi UU Pemilu, kata Titi, tentu akan menjadi dinamika politik tersendiri, khususnya terkait kepentingan partai-partai, untuk tetap mempertahankan eksistensinya dan bisa mengakses kekuasaan.
Menurutnya, dari pilkada ke pilkada secara teknis dan prosedural harus diakui makin membaik. Meski tetap ada permasalahan yang masih saja berulang.
"Sebut saja persoalan pemutakhiran data pemilih yang masih belum sepenuhnya valid dan akurat. Pencalonan yang penuh aroma transaksi mahar politik serta cengkeraman politik kekerabatan yang masih dominan di banyak daerah,” papar Titi.
Kemudian, lanjutnya, makin maraknya calon tunggal pun akibat dominasi elit dalam proses pencalonan, serta partai yang gagal menjaring kader-kader terbaik untuk maju pilkada. Tak bisa dipungkiri pula jual beli suara atau politik uang dipilih sebagai jalan pintas untuk menang.
"Kecurangan atau manipulasi proses penghitungan. Penyebaran hoaks atau fitnah di pilkada, serta masih adanya penyelenggara yang tidak indepenen atau berpihak masih jadi pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan agar ada perbaikan kualitas dan integritas pilkada, khususnya pada 2020 mendatang,” paparnya.
Ia melanjutkan, revisi UU Pemilu akan menjadi salah satu agenda yang menimbulkan tarik menarik di anatar partai-partai politik. Dan ini bisa jadi ujian pertama bagi partai-partai koalisi.