REPUBLIKA.CO.ID, Selama lebih dari seribu tahun, Konstantinopel adalah pusat dunia Barat sekalgus pertahanan Kristen terhadap Islam. Kota ini tak pernah lepas dari ancaman, namun selalu selamat dari penyerangan yang rata-rata muncul setiap empat puluh tahun.
Hingga akhirnya, Sultan Usmani, Mehmet II, dengan bala tentaranya yang sangat besar berhasil melewati tembok pertahanan kota itu. Berbekal pesenjataan baru yang canggih, pada April 1453, sebanyak 80 ribu pasukan Muslim mulai menyerang delapan ribu pasukan Kristen di bawah pimpinan Konstantin XI, Kaisar Byzantium ke-57. Hingga akhirnya Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam.
Roger Crowley, dalam 1453 Detik-Detik Jatuhnya Konstantinopel ke Tangan Muslim, menggambarkan suasana penaklukkan itu. Pada 23 Maret 1453, Sultan Mehmet berangkat dari Edirne bersama seluruh pasukannya, prajurit kavaleri, dan prajurit infantri.
Hari itu adalah hari Jumat, hari yang mulia bagi umat Islam. Hari Jumat memang sengaja dipilih untuk menambah kesakralan penyerangan ke Konstantinopel.
Saat berangkat menuju konstantinopel, Sultan Mehmet ditemani ulama, syekh dan para habib. Para tokoh agama Islam tersebut membaca doa berulang-ulang, bergerak maju bersama pasukan yang lain, dan berkuda bersama rombongan Sultan Mehmet.
Pada awal April 1453, pasukam raksasa Sultan Mehmet itu pun berkumpul di dekat Kota Konstantinopel. Pada malam 6 April, Jumat kedua bulan itu, sang Sultan pun tiba dan langsung mengambil posisinya yang telah dipilih secara berhati-hati di bukit kecil bernama Maltape. Bukit itu berada di titik tengah pasukannya berkumpul.
Menurut keterangan seorang penulis, jumlah pasukan Sultan Mahmet waktu itu bak butiran pasir, menyebar di seluruh penjuru dari pantai satu ke pantai lainnya.
Tidak ada yang tahu persis berapa jumlah pasukan yang dibawa Sultan Mehmet untuk pengepungan tersebut. Namun, para penulis pihak Usmani mengibaratkan jumlah pasukan itu sebanyak bintang di langit.
Di sisi lain, penguasa Kontantinopel saat itu, Konstantin sama sekali tak sulit memperkirakan jumlah pasukannya. Setelah dihitung, secara keseluruhan jumlah pasukannya hanya berjumlah sekitar delapan ribu orang. Merekalah yang akan mempertahankan tembok kota yang panjangnya 20 mil tersebut.
Saat tiba di Konstantinopel, tenda-tenda kerucut didirikan secara teratur oleh pasukan Sultan Mehmet. Sementara, orang-orang Kristen yang bertahan di dalam kota hanya bisa mengamati aktivitas tentara bangsa Usmani tersebut. Ketika matahari mulai tenggelam, suara azan akan membahana sambung menyambung di berbagai titik perkemahan memanggil orang untuk menunaikan shalat.
Ketika penyerangan itu sudah dimulai, diceritakan bahwa pada suatu pagi pasukan Usmani sudah siap bertempur. Dalam tendanya yang masih temaram, Sultan Mehmet lalu berwudhu dan shalat, berdoa kepada Tuhan untuk kejatuhan Kota Konstantinopel.
Di antara persiapan lain yang dia lakukan adalah mengenakan mantel berazimat. Mantel iti penuh dengan tulisan ayat-ayat Alquran dan nama-nama Tuhan untuk menjauhkan dari nasib buruk. Dengan mengenakan turban dan jubah, sebilah pedang terselip dipinggangnya. Dia diiringi komandan-komandan utama dan menaiki kudanya untuk memimpin serangan.
Persiapan untuk serangan berkelanjutan di darat dan di laut dilakukan dengan sangat hati-hati dan bersamaan. Memasuki malam 28 Mei, meriam-meriam besar telah menembaki darat selama 47 hari.
Bunyi terompet, genderang, dan simbal menandai dimulainya serangan. Meriam menyerang dari segala arah, dari darat dan laut, dan pasukan Usmani pun bergerak maju. Ketika sudah berada dalam jangkaun tembak, mereka melepaskan panah berapi, tembakan batu dari ketapel, peluru dari senapan, dan batu dari meriam.
Setelah mempersiapkan pasukannya, Sultan Mehmet pun mulai melakukan penyerangan besar-besaran pada 1453. Namun, untuk menaklukkan kota sebesar Konstantinopl tidaklah mudah. Sultan Mehmet II membutuhkan waktu lima puluh hari untuk menaklukkan kota tersebut.
Dengan mengabaikan kendala-kendala teknis meriam raksasanya, Sultan Mehmet terus memborbardir tembok kota. Pada 6 Mei 1453, Sultan Mehmet memutuskan bahwa sudah tiba waktunya untuk melancarkan serangkan pamungkasnya tersebut.
Setelah tujuh pekan berperang, kedua belah pihak pun dijangkiti kecemasan dan kekhawatiran. Keduanya sama-sama tahu kalau hasil akhir tidak bisa ditunda lebih lama lagi. Sultan Mehmet pun terus mengobarkan semangat para pasukannya.
“Cobaan ini datang dari Tuhan. Pedang Islam ada di genggaman kita. Jika tidka memilih menanggung cobaan ini, kita tidak berhak disebut Gazi. Kita akan sangat malu berdiri di hadapan Tuhan pada hari pengadilan kelak,” kata Sultan Mehmet II.
Meriam-meriam besar telah menembaki tembok kota selama puluhan hari. Kerusakan pun sudah terjadi di mana-mana dan korban sudah banyak yang berjatuhan. Hingga akhirnya prajurit Usmani mampu membanjiri Kota Konstantinopel. Bendera mereka pun berkibaran di atas menara sebagai tanda kemenangan.