REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Acara Dzikir Nasional 2019 di Masjid at-Tin, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Selasa (31/12), tak hanya diikuti orang tua. Ada begitu banyak kalangan milenial yang memilih melewati malam pergantian tahun dengan berzikir.
Muhammad Risal (20 tahun) salah satunya. Menurut dia, merayakan tahun baru dengan bermain kembang api ataupun kegiatan hura-hura lainnya tak memiliki arti apa-apa. Justru, kata dia, itu malah rentan menjerumuskan diri pada perbuatan maksiat. "Makanya, untuk mengisi waktu yang kosong, saya datang ke acara ini," kata Risal di depan Masjid at-Tin, Selasa sore.
Risal datang bersama belasan sahabatnya dari Kota Tangerang. Mereka tertarik mengikuti Dzikir Nasional 2019 yang diselenggarakan Republika karena Habib Jindan menjadi salah satu penceramahnya.
Hal serupa diutarakan Muhammad Nabil Rohim (20 tahun). Ia memilih datang ke acara Dzikir Nasional 2019 karena bermunajat kepada Allah jauh lebih bermakna daripada bermain kembang api. "Semoga ke depan acara semacam ini bisa ikut diselenggarakan juga di tempat-tempat lain," ucap Nabil.
Tak sedikit pula remaja putri yang datang bergerombol bersama rekan-rekannya ke acara Dzikir Nasional. Salah satunya Alya Asyafa. Bersama beberapa sahabatnya yang juga perempuan, Alya dan rekan-rekannya memilih bermuhasabah daripada mengikuti kegiatan lain yang tak berfaedah. "Kalau di sini kan lebih berfaedah, bisa renungan juga untuk tahun depan," ucapnya.
Alya mengatakan, ia dan sejumlah temannya telah mengikuti acara Dzikir Nasional sejak 2018. "Kita enggak pernah tergoda untuk bermain kembang api seperti kebanyakan orang," ucapnya.
Mereka bertiga hanyalah sebagian kecil dari kalangan milenial yang ikut meramaikan acara Dzikir Nasional Republika ke-18. Tentu acara ini juga dihadiri oleh kalangan yang lebih dewasa dari mereka. Pihak panitia memperkirakan total jamaah yang hadir mencapai 7.000 orang. Selain di Masjid at-Tin, Festival Republik dan Dzikir Nasional juga digelar di Masjid Pusdai (Bandung) dan Masjid Jogokariyan (Yogyakarta).
Sejumlah jemaah saat dzikir dalam rangka muhasabah akhir tahun pada gelaran Festival Republik dan Dzikir Nasional 2019 di Masjid Agung At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Rabu (1/1).
Ustaz Cholidi Asadil Alam yang menjadi salah satu pengisi tausiyah di acara Dzikir Nasional 2019 mengajak mengajak generasi milenial memiliki resolusi untuk menjadi agen perubahan pada 2020. Salah satunya dengan memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan kebaikan.
Pemain film Ketika Cinta Bertasbih itu mengingatkan agar generasi milenial tak menyebarkan hoaks. Ia mengatakan, segala hal yang dibagikan di media sosial pasti dimintai pertanggungjawaban. “Dan barang siapa membagikan kebaikan, maka akan mendapat kebaikan. Siapa yang membagikan keburukan, maka akan mendapat dosa,” kata pria berusia 30 tahun itu.
Pada era digital saat ini, kata dia, semua orang bisa menjadi agen perubahan dengan menjadi jurnalis. Media sosial memungkinkan siapa saja membagikan berbagai peristiwa. Namun, orang yang melakukannya harus berhati-hati dengan caption yang memprovokasi dan tidak seperti kejadian sesungguhnya.
“Kita negara hukum, dilindungi undang-undang, jadi harus mawas diri. Bagaimana kita menyikapi kekerasan, pornografi, kita harus menjadi agen perubahan,” ujar Cholidi.
Ustad Bobby Herwibowo memberikan tausiyah membaca Al-Quran menggunakan metode Kauny pada gelaran Festival Republik dan Dzikir Nasional 2019 di Masjid Agung At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Selasa (31/12).
Ketua Yayasan Askar Kauny Ustaz Bobby Herwibowo mengimbau umat Islam, terlebih generasi muda Muslim di Indonesia, untuk semakin sadar tentang pentingnya mengkaji dan memahami ilmu Alquran dan hadis. Menurut dia, mempelajari kandungan Alquran dan sunah adalah kunci dari kebangkitan umat seperti masa kejayaan Islam dahulu.
"Alquran dan hadis adalah jendela untuk masuk ke peradaban yang lebih gemerlap di dunia dan akhirat. Kalau ada orang kaya yang bangga dengan warisan orang tua yang punya nilai triliunan, maka ketahuilah, warisan ajaran Alquran dan hadis adalah legacy yang nilainya lebih daripada itu semua," kata Ustaz Boby.
Ustaz Bobby mengatakan, salah satu keagungan Alquran adalah ajaran dan ilmu yang tidak habis dipelajari hingga kini. Ribuan buku telah ditulis banyak peneliti dengan bersumber dari Alquran dan hadis.
Keagungan Alquran juga bisa dilihat dari sisi teks atau ayatnya yang terus terjaga meski telah turun kepada Nabi Muhammad sejak 15 abad lalu. "Bayangkan, Alquran itu sudah turun sejak 15 abad yang lalu dan ayatnya tidak berubah sedikit pun sampai sekarang. Ilmunya juga terus dipelajari tanpa berhenti sampai saat ini," ucapnya.
Ia mengingatkan kepada umat bahwa mempelajari Alquran dan hadis adalah kewajiban bagi setiap muslim. "Belajar Alquran dan hadis itu fardhu ain, sementara ilmu yang lain itu fardhu kifayah. Bagi Muslim milenial, fokus pelajari kedua ini jika mau Islam bangkit," kata Ustaz Bobby. n febryan a/umi nur fadhilah/alkhaledi kurnialam ed: satria kartika yudha