REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi mengutuk pembunuhan komandan Pasukan Quds Iran Qasem Soleimani, dan komandan milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis. Abdul Mahdi memperingatkan bahwa insiden ini bisa menyalakan sumbu perang.
"Pembunuhan seorang komandan militer Irak yang memegang posisi resmi dianggap sebagai agresi terhadap Irak. Dan likuidasi tokoh Irak terkemuka atau orang-orang dari negara persaudaraan di tanah Irak adalah pelanggaran besar-besaran terhadap kedaulatan," ujar Perdana Menteri Abdul Mahdi.
Dalam sebuah pernyataan resmi, Abdul Mahdi mengatakan serangan udara Amerika Serikat (AS) merupakan eskalasi berbahaya yang menyulutkan sumbu perang destruktif di Irak, wilayah, dan dunia. Abdul Mahdi memang sudah mengundurkan diri pada November akibat protes warga anti pemerintah, namun ia tetap menjabat dalam kapasitas sementara.
Setidaknya 450 orang tewas dalam kerusuhan demo di Irak. Demo salah satunya didorong oleh kemarahan warga pada pengaruh Iran di Irak.
Abdul Mahdi juga mengatakan serangan yang dikonfirmasi diperintahkan Donald Trump itu melanggar ketentuan kehadiran militer AS di Irak. Menurutnya, pasukan AS secara eksklusif di Irak untuk melatih pasukan keamanan Irak dan memerangi ISIS dalam kerangka koalisi global, bukan membunuh militer.
Abdul Mahdi kemudian meminta parlemen untuk mengadakan sesi luar biasa guna mengambil langkah-langkah legislatif dan ketentuan yang diperlukan untuk menjaga martabat, keamanan, dan kedaulatan Irak. Namun, dia tidak merinci ketentuan apa yang diperlukan. Beberapa pejabat dan anggota parlemen menyerukan langkah-langkah untuk mengusir pasukan AS dari Irak.
Abdul Mahdi menggambarkan Soleimani dan Muhandis sebagai simbol besar kemenangan melawan teroris ISIS. Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) Irak, sebuah kelompok yang sebagian besar milisi Muslim yang didukung Iran dipimpin oleh Muhandis, membantu pasukan keamanan merebut kembali sepertiga wilayah Irak dari ISIS. Pasukan pengelompokan itu kemudian dimasukkan ke dalam angkatan bersenjata resmi Irak.