Jumat 03 Jan 2020 19:00 WIB

Ummu Ri’lah, ‘Aktivis’ Muslimah di Era Nabi Muhammad

Ummu Ri’lah merupakan salah satu Muslimah yang cukup menonjol.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Ummu Ri’lah merupakan salah satu Muslimah yang cukup menonjol. Foto: Ilustrasi jamaah shalat wanita
Foto: EPA/Ben Hajan
Ummu Ri’lah merupakan salah satu Muslimah yang cukup menonjol. Foto: Ilustrasi jamaah shalat wanita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Siapa bilang diplomasi dan perjuangan hak-hak perempuan hanya disuarakan pada era modern? Nyatanya, jauh-jauh hari sebelum peradaban modern berkembang, Islam hadir dengan perspektif modern dan digawangi langsung oleh tokoh Muslimah yang cerdas bernama Ummu Ri’lah al-Qusyairiyah.

Ummu Ri’lah al-Qusyairiyyah boleh dibilang sebagai salah satu ‘aktivis’ Muslimah pertama di era awal Islam yang menyuarakan tentang perempuan. Tak hanya itu, beliau juga dikenal sebagai pribadi yang loyal kepada keluarga Nabi Muhammad SAW dan juga pandai dalam menjalankan diplomasi.

Baca Juga

Sebagai seorang perempuan pada zamannya, Ummu Ri’lah merupakan salah satu Muslimah yang cukup menonjol baik secara pemikiran maupun sikap. Beliau bahkan tak segan untuk bertanya langsung kepada Rasulullah mengenai hal-hal yang mengganjal di pikirannya, beranjak dari keresahan itulah beliau kerap berkonsultasi kepada Rasulullah.

Misalnya, dalam berbagai literatur hadis, Ummu Ri’lah diketahui pernah bertanya kepada Rasulullah dan menanyakan mengenai hak-hak serta batasan perempuan. Dari hadits riwayat Ibnu Abbas dijabarkan, suatu hari Ummu Ri’lah datang menemui Rasulullah dan berkata: “Wahai Rasulullah, kami para wanita selalu tertutup di balik tirai rumah, tempat sarung-sarung suami. Mendidik anak-anak, semnetara itu kami tak memiliki tempat bersama para tentara. Maka, ajarilah kami sesuatu yang dengannya kami bisa mendekatkan diri kepada Allah,”.

Mendengar hal ini, Rasulullah SAW pun menjawab: “Berdzikirlah kalian (kaum perempuan) sepanjang siang dan malam, tahanlah pandangan dan kecilkan suara,". Mendengar jawaban Rasulullah, Ummu Ri’lah tak hanya diam melainkan kembali bertanya: “Wahai Rasulullah, saya adalah seorang pengias yang kerap mengiasi para istri untuk suami-suami mereka. Apakah ini (pekerjaannya) adalah perbuatan dosa sehingga harus saya hentikan?”.

Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah pun membolehkan dan bahkan memberikan anjuran: “Wahai Ummu Ri’lah, buatlah (para perempuan) itu bersolek dan hiasilah perempuan-perempuan yang belum mendapatkan jodoh,”. Dari sikap Ummu Ri’lah tersebut, sekiranya dapat ditarik kesimpulan bahwa keresahan di dalam pikirannya tak kerap membuatnya lancang untuk bersikap di luar batas-batas anjuran agama.

Hal itu dibuktikan dengan terlebih dulu bertanya kepada Rasulullah dan memperoleh jawaban yang dapat diimplementasikan secara baik. Apa yang dilakukan Ummu Ri’lah bukanlah perkara sepele, pada masanya, belum banyak perempuan yang siap menyuarakan pendapatnya dengan cara elegan, cerdas, dan terhormat.

Sedangkan di aspek lainnya, apa yang dilakukan beliau dapat ditarik hikmah yang berarti. Misalnya bagaimana keresahan yang membuncah di dadanya dilandasi ‘kedengkian’ baik terhadap amalan jihad fi sabilillah yang dilakukan kaum laki-laki di medan perang. Artinya, secara hasrat, keimanan dan ketakwaan beliau telah mengakar kuat guna membela agama Allah SWT.

Dengan pembuktian itu, sikapnya seolah menampik stigma bahwa kaum perempuan adalah lemah. Nyatanya, hal itu sebagaimana dibuktikan beliau, perempuan meski berbeda fisik dari laki-laki pun memiliki sifat pemberani yang dialirkan melalui cara-cara berbeda.

Hal itu sebagaimana ditegaskan dari hadits Rasulullah tadi, bahwa jihad perempuan layaknya berjihad di medan perang adalah melalui zikir. Artinya, secara syariat pun, agama Islam mengakomodir peluang jihad bagi kaum perempuan namun di sisi lain juga menjaga dan melindungi perempuan dengan cara-cara yang baik.

Perempuan, sebagaimana diterangkan di berbagai macam hadits dan dalil Alquran, tidak berada dalam kungkungan agama. Justru, perempuan diberikan ruang yang layak dan bahkan derajatnya jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal-hal yang menyangkut syariat dan mengatur beragam ruang gerak perempuan diadakan untuk menjaga perempuan itu sendiri.

Setidaknya, dari yang dilakukan Ummu Ri’lah, terdapat hikmah besar yang terjadi. Antara lain perjuangan suara Muslimah, sikap kritis, diplomasi yang baik, serta ketakwaan dan keimanan kepada Allah SWT. Dengan jubahnya, zikirnya, atau bahkan kreasi tangan perempuan, kaum Muslimah sejatinya tak pernah dilarang untuk berekspresi sama sekali.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement