REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab turut mengomentari tewasnya Komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qasam Soleimani akibat serangan udara Amerika Serikat (AS) ke Bandara Internasional Baghdad, Irak, pada Jumat (3/1). Raab mengakui bahwa Pasukan Quds memang ancaman.
"Kami selalu mengakui ancaman agresif yang ditimbulkan oleh Pasukan Quds Iran yang dipimpin oleh Qasem Soleimani," ujar Raab. Kendati demikian mendesak dia mendesak AS dan Iran untuk menghindari eskalasi.
"Setelah kematiannya kami mendesak semua pihak untuk menurunkan eskalasi," kata Raab.
Dia mengisyaratkan tak akan melibatkan Inggris dalam potensi konflik pascakematian Soleimani. "Konflik lebih lanjut bukan merupakan kepentingan kami," ujar Raab.
Pemimpin Partai Buruh Inggris Jeremy Corbyn turut menyerukan deeskalasi. Dia mendesak pemerintah menentang tindakan-tindakan serta retorika agresif yang datang dari AS.
Sebelumnya Pemerintah Cina juga meminta AS dan Iran menahan diri setelah tewasnya Soleimani di Bandara Internasional Baghdad. Hal itu perlu dilakukan agar ketegangan dapat diredam.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang mengisyaratkan negaranya menyayangkan aksi serangan AS. "Cina selalu menentang penggunaan kekuatan dalam hubungan internasional. Kami mendesak pihak-pihak terkait, terutama AS, untuk tetap tentang dan menahan diri untuk menghindari ketegangan yang semakin meningkat," ujarnya pada Jumat dikutip laman the Straits Times.
Geng menyerukan agar kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas teritorial Irak dihormati. Selain itu Cina mendesak semua pihak mematuhi prinsip-prinsip Piagam PBB dan norma-norma dasar hubungan internasional.
Suriah dan Irak telah mengutuk serangan udara AS. Suriah melalui kantor berita negaranya, Syrian Arab News Agency (SANA), menyebut agresi AS ke Bandara Internasional Baghdad adalah tindakan kriminal yang berbahaya.
Presiden Irak Barham Salih berpendapat serupa. Dia mendesak semua pihak menahan diri. "Irak harus mengutamakan kepentingan nasionalnya dan menghindari tragedi konflik bersenjata yang telah mengganggunnya selama empat dekade," kata Salih.