REPUBLIKA.CO.ID, BASRA— Puluhan warga negara Amerika Serikat yang bekerja di berbagai perusahaan minyak asing di kota minyak Basra di Irak selatan sedang bersiap-siap meninggalkan negara itu pada Jumat (3/1).
Langkah itu diambil para warga AS setelah pemimpin Pasukan Quds Iran Qassem Soleimani meninggal dalam serangan AS di Irak.
Kedutaan Besar AS di Baghdad telah meminta semua warganya untuk segera meninggalkan Irak, beberapa jam setelah serangan udara oleh AS membunuh Soleimani dan komandan milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis.
Beberapa pejabat Irak mengatakan evakuasi para pekerja AS tersebut tidak akan memengaruhi operasi, produksi ataupun ekspor.
Sumber-sumber di kalangan perusahaan mengatakan kepada Reuters bahwa para pekerja diperkirakan akan terbang keluar dari Irak.
Irak merupakan negara dengan produksi terbesar kedua di kalangan Organisasi Negara-negara Pengekspor Petroleum (OPEC). Produksi minyak Irak mencapai 4,62 juta barel per hari, menurut jajak Reuters soal produksi OPEC.
Seorang juru bicara BP, perusahaan yang mengoperasikan kilang minyak raksasa Rumaila di dekat Basra, menolak berkomentar. Menurut catatan pada April 2019, Rumaila memproduksi sekitar 1,5 juta barel minyak per hari.
Genel, perusahaan penghasil minyak di kawasan otonomi Kurdistan di Irak utara, mengatakan operasi perusahaan itu tetap berlangsung secara normal. Genel tidak memberikan komentar soal apakah ada anggota staf yang pergi. Gulf Keystone Petroleum, yang juga beroperasi di Kurdistan, menolak berkomentar. Sementara itu, DNO belum menanggapi permintaan untuk berkomentar.