REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Hudoyo mengatakan hambatan proses rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane terjadi karena vegetasi yang ditanam di daerah itu bukan pohon yang bisa menahan erosi.
"Kita sulit masuk ke situ mengubah budaya masyarakat dari menanam sayur jadi menanam pohon, itu yang paling sulit," ujar Hudoyo ketika dihubungi dari Jakarta,Jumat (3/1).
Kesulitan untuk mengubah itu terjadi karena daerah itu merupakan sumber sayuran untuk daerah Jakarta dan Bogor yang menambah resistensi untuk mengubah vegetasi menjadi pohon. Tanaman sayuran seperti kol membutuhkan sinar matahari yang banyak dengan pengolahan lahan yang intensif membuat semakin besar erosi di daerah yang seharusnya bisa menyerap air.
"Begitu air datang tidak ada yang menyimpan. Maka kami mengenalkan (pohon) macademia yang hasilnya lebih besar dibandingkan sayuran," ujar dia.
Selain bentuknya pohon, penghasilan dari produksi kacang macademia lebih besar dibandingkan dari sayuran sehingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) gencar merekomendasikan agar masyarakat beralih menanam pohon tersebut. Usaha itu perlu dilakukan karena KLHK hanya dapat merehabilitasi area yang masuk kawasan konservasi sementara areal lain sudah menjadi milik warga.
Di areal tersebut, KLHK tidak dapat memaksakan rehabilitasi di tanah yang dimiliki oleh warga dan karena itu dia mengharapkan bantuan pemerintah daerah untuk membantu rehabilitasi areal DAS yang dimanfaatkan oleh warga. Dia mengakui, penanganan rehabilitasi DAS memang harus dilakukan secara bersama dengan berbagai pemangku kepentingan karena persoalan rehabilitasi adalah proses yang cukup rumit.