REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, mengatakan siklon tropis phanfone Filipina berdampak terhadap kondisi cuaca di Indonesia saat ini. Maka tidak heran ujarnya bila pada malam tahun baru 2020 kemarin, curah hujan yang mengguyur Jakarta melebihi kewajaran.
“Jadi kalau dirunut ke belakang belum lama ini di Filipina terjadi badai tropis Phanfone, siklon tropis Phanfone ini sebenarnya membawa banyak sekali uap air. Kelihatannya jauh ya Filipina kenapa bisa sampai ke Jabodetabek, tapi dalam perspektif cuaca atau meteorologi itu tidak jauh,” terang Leonard dalam sambungan telepon, Jumat (3/1).
Ia melanjutkan, topan Phanfone tersebut akan terus bergerak karena ada angin, ada perbedaan tekanan udara, dan tidak dibatasi dengan perbatasan-perbatasan negara. Semakin banyaknya uap air yang bergerak menuju Indonesia kemudian berkombinasi dengan musim penghujan dan angin monsun Asia yang datang dari utara, datang dari daratan Asia membawa uap air.
“Ini peristiwa metrologis yang disebut dengan seruak dingin atau cold surge (masuknya massa udara dingin). Jadi kombinasi dia, sehingga massa uap air menjadi besar sekali,” terang Leonard.
Kondisi cuaca ekstrem kali ini bisa disebut juga berhubungan dengan perubahan iklim. “Karena kekuatan dan frekuensi psikontropis seperti itu, itu sangat dipengaruhi oleh energi yang bertambah dari temperatur air laut di pasifik yang naik. Jadi temperaturnya naik secara global,” jelasnya lagi.
Sebenarnya, tambah Leonard, temperatur Samudera Hindia pun mengalami kenaikan karena adanya pemenasan global. Hal ini memberikan energi kepada siklon tropis, kepada badai tropis dan badai tropis pertama memang menghantam Filipina yang baru-baru ini.
“Jadi ini memang sebuah fenomena yang saling berkait dan tidak dibatasi oleh batas-batas negara, ini fenomena regional. Dalam krisis iklim ini, harus semua negaa kerjasama, secara saintifik curah hujan ektrem ini sudah teridentifikasi kuat sebagai salah satu fenomena krisis iklim,” jelasnya.
Sekali lagi ia mengatakan hujan dan banjir kali ini bukan saja disebabkan karena perubahan iklim namun juga karena sudah krisis iklim.
“Sebenarnya sudah krisis, bukan hanya perubahan iklim tapi sudah krisis iklim. Ini kalau dari kami melihatnya bahwa sebenarnya pemanasan global menaikkan pemanasan temperatur, walau saat ini dingin, sebenarnya secara global dunia ini memanas, dan tahun ini akan tercatat sebagai tahun terpanas lagi,” kata Leonard.