Ahad 05 Jan 2020 06:11 WIB

Cina Janjikan Bantuan ke Sektor Manufaktur

Industri manufaktur jadi sektor yang terkena dampak paling keras dari perang dagang

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Esthi Maharani
Mesin-mesin industri dipajang dalam pameran manufaktur di Jakarta
Foto: Antara
Mesin-mesin industri dipajang dalam pameran manufaktur di Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Pemerintah Beijing berjanji akan menambah bantuan kepada industri manufaktur sebagai sektor yang terkena dampak paling keras dari perang dagang antara Cina dengan Amerika Serikat (AS). Bantuan ini juga diharapkan dapat membantu pertumbuhan ekonomi yang stabil pada 2020.

Pada pertemuan Dewan Negara yang dipimipin Perdana Menteri Li Keqiang pada Jumat (3/1), sektor manufaktur terus dipuji karena dianggap mendukung pertumbuhan ekonomi Cina secara fundamental. "Kita harus gunakan reformasi dan langkah berorientasi pasar untuk sepenuhnya memicu kekuatan pasar," ujar kabinet, seperti dilansir di South China Morning Post, Sabtu (4/1).

Tercatat, pengiriman barang dagangan dari Cina ke AS turun 12,5 persen pada periode Januari hingga November 2019. Penyebabnya, peningkatan tarif bea masuk yang ditetapkan pemerintahan AS. Kinerja ekspor keseluruhan mereka pun turun 0,3 persen dalam periode yang sama.

Di dalam negeri, tingkat pertumbuhan ekonomi terendah dalam hampir tiga dekade juga sangat membebani produsen. Keuntungan industri nasional turun 2,1 persen pada periode Januari sampai November 2019. Pertumbuhan output industri turun 0,7 poin persentase menjadi 5,6 persen.

Pihak berwenang mengatakan, bantuan yang akan diberikan terfokus pada pemotongan biaya yang membebani sektor manufaktur. Di antaranya, biaya telekomunikasi dan listrik yang menjadi kebutuhan utama industri manufaktur.

Langkah tersebut dilakukan setelah pemotongan pajak perusahaan tahun lalu senilai 2 triliun yuan (287 miliar dolar AS).

Kabinet di bawah pimpinan Li juga berencana menawarkan lebih banyak dukungan untuk perusahaan swasta dan usaha kecil. Khususnya yang bersifat padat karya atau menyerap banyak tenaga kerja. "Kami akan menerapkan kebijakan kredit yang berbeda, mendorong pinjaman jangka menengah dan panjang, ekuitas dan pembiayaan obligasi untuk manufaktur," menurut pernyataan kabinet.

Perang dagang diyakini telah menimbulkan tambahan biaya pada jutaan pekerjaan manufaktur. Di sisi lain, bisnis juga menghadapi berbagai masalah lain, seperti kenaikan upah, biaya tanah dan meningkatnya persaingan dari negara-negara tetangga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement