Ahad 05 Jan 2020 07:13 WIB

Anggota DPR Minta Pemerintah Jangan Terprovokasi China

Natuna tidak untuk dirundingkan atau dinegosiasikan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Esthi Maharani
Pergerakan kapal Coast Guard China terlihat melalui layar yang tersambung kamera intai dari Pesawat Boeing 737 Intai Strategis AI-7301 Skadron Udara 5 Wing 5 TNI AU Lanud Sultan Hasanudin Makassar saat melakukan patroli udara di Laut Natuna, Sabtu (4/1/2020).
Foto: ANTARA FOTO
Pergerakan kapal Coast Guard China terlihat melalui layar yang tersambung kamera intai dari Pesawat Boeing 737 Intai Strategis AI-7301 Skadron Udara 5 Wing 5 TNI AU Lanud Sultan Hasanudin Makassar saat melakukan patroli udara di Laut Natuna, Sabtu (4/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI Fraksi NasDem, Willy Aditya menyoroti sikap China yang melanggar pelanggaran Hukum Laut Internasional (UNCLOS). Ia mengatakan mengatakan apa yang dilakukan Coastal Guard China yang mengawal nelayannya masuk wilayah NKRI adalah upaya provokasi.

“Pemerintah tidak boleh terprovokasi. Kita harus hati-hati melihat situasi yang berkembang di Natuna. Hukum laut internasional tidak memberi celah untuk terjadinya konflik yang mengeras dan berujung perang," kata Willy dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Sabtu (4/1).

Menurutnya China sangat tahu dan cukup cerdik membaca situasi yang ada dan kekuatan yang dimilikinya. Ia menilai China punya pengaruh yang cukup untuk digunakan 'memaksa' Indonesia.

Wakil ketua badan legislasi (baleg) DPR tersebut mengingatkan bahwa tahun depan akan ada persiapan periodic review UNCLOS yang bisa menjadi celah masuk China memasukkan isu-isu kelautannya. Dalam catatan ratifikasi UNCLOS tahun 2006, China tidak memilih International Court of Justics (ICJ), International Tribunal, International Arbitral Tribunal maupun Special Arbitral Tribunal sebagai upaya penyelesaian sengketa wilayah laut dengan negara lain.

Ia menambahkan, China memilih menggunakan perangkat yang disediakan di pasal 298 (Paragraf 1, a, b dan c) UNCLOS yang pada intinya menunjuk juru damai dan langsung berhubungan dengan negara bersengketa. Itulah menurutnya kenapa China tidak mengakui putusan arbitrase sengketa China dengan Filipina.

“Kalau kita belajar dari apa yang terjadi di Sipadan-Ligitan, maka kita tidak perlu mengikuti provokasi China untuk menegosiasikan Natuna. Tidak atas dasar ekonomi, investasi atau sejenisnya. Bersamaan dengan itu, kita juga harus menghadirkan negara di Natuna sebagai bukti klaim kita yang telah diakui internasional,” katanya

Ia menegaskan bahwa Natuna tidak untuk dirundingkan atau dinegosiasikan. Oleh karena itu ia berharap media juga berhati-hati dalam mewacanakan kasus ini.

“Kita sepakat bahwa Natuna tidak untuk di negosiasi dengan siapapun, karena sepenuhnya milik Indonesia dan diakui dunia internasional. Kita bisa bersahabat dengan siapapun seperti juga kita bisa tegas berkenaan dengan kedaulatan NKRI terhadap negara manapun. Provokasi China harus kita tepis bersama dengan juga menguatkan spiral lobi internasional,” tutur politikus Partai Nasdem tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement