Ahad 05 Jan 2020 12:08 WIB

Musim Hujan Tiba, Petani Indramayu Setop Produksi Garam

Petani di Indramayu menyimpan stok garam karena harga anjlok.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Andri Saubani
Petani memanen garam di Losarang Indramayu, Jawa Barat. (ilustrasi)
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Petani memanen garam di Losarang Indramayu, Jawa Barat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Datangnya musim hujan membuat produksi garam petani di Kabupaten Cirebon terpaksa berhenti. Mereka pun memilih menyimpan stok garamnya karena harganya anjlok.

"Produksi sudah berhenti sejak akhir November 2019," ujar seorang petani garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Ismail, Ahad (5/1).

Baca Juga

Ismail mengatakan, sejak produksi berhenti, para petani garam memilih untuk menyimpan stok garamnya ke dalam gudang. Hal itu juga dilakukannya dengan menyimpan hasil panen garamnya yang mencapai sekitar 130 ton.

Menurut Ismail, pilihan itu diambil para petani garam karena saat itu harga garam sangat anjlok. Bahkan, penjualan garam langsung di lahan petani hanya dihargai Rp 70 per kg. Dalam penjualan di lahan, pihak pembeli yang datang menghampiri petani.

Sementara itu, untuk harga jual garam di pos penimbangan garam, harganya sedikit lebih baik yakni mencapai Rp 150 – Rp 200 per kg. Namun, petani harus mengeluarkan tenaga dan biaya ekstra untuk membawa garamnya dari lahan ke pos penimbangan garam.

"Harga itu berlaku sekitar November 2019. Untuk sekarang saya belum tahu karena tidak ada yang menjual garam setelah produksi berhenti," tutur Ismail.

Ismail mengaku tidak tahu kapan simpanan garamnya akan dilepas. Dia akan menunggu hingga harga garam bisa naik dan memberikan keuntungan padanya. Namun, dia mengakui, semakin lama disimpan, maka bobot garam akan semakin menyusut.

Ismail menambahkan, hancurnya harga garam telah membuat nasib petani garam menjadi terpuruk. Pasalnya, biaya yang telah dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Karenanya, tak sedikit petani yang akhirnya meninggalkan lahan garapannya di tengah masa panen.

"Hitungannya enggak ketemu (antara modal yang dikeluarkan dan hasil yang diperoleh)," tutur Ismail.

Untuk memperoleh penghasilan, para petani garam pun beralih profesi. Di antara mereka ada yang menjadi petani padi dan bawang, bekerja serabutan hingga pergi merantau.

Ismail berharap, pemerintah pusat bisa membuat standardisasi harga garam yang berpihak pada nasib petani garam. Selain itu, pemerintah juga harus menghentikan impor garam, terutama di saat stok garam petani melimpah.

"Petani pun butuh bantuan geo membran supaya kualitas garam yang mereka produksi lebih baik," kata Ismail.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement