REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim menyatakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo perlu reorientasi pengawasan laut. Hal itu dilakukan guna menjaga kedaulatan kawasan perairan Natuna.
"Langkah strategis yang mesti dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan adalah mereorientasi kinerja Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP), setidaknya meningkatkan capaian yang sudah diraih oleh Satgas 115," kata Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Ahad (5/1).
Abdul Halim mengingatkan bahwa sejak dibentuk kementerian itu, pengawasan di laut menjadi mandat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terutama Ditjen PSDKP. Dengan demikian, ujar dia, maka seharusnya tinggal komitmen dan inovasi dalam mencapai target saja yang belum dilakukan agar dinamika ancaman di tapal batas bisa diatasi.
Namun, lanjutnya, diingatkan pula bukan hanya KKP yang memiliki kewenangan pengawasan di laut, melainkan juga Bakamla, TNI AL dan Kepolisian RI.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan pembelian kapal pelayaran samudera (ocean going vessel) berukuran besar untuk menjaga laut Indonesia. Hal itu dilakukan menyusul insiden masuknya kapal penjaga pantai China ke perairan Natuna, Kepulauan Riau, yang mengawal beberapa kapal ikan asal negeri panda itu di perairan tersebut Desember 2019.
"Saya tadi usul supaya ada kapal ocean going yang lebih panjang. Kita belum pernah punya selama republik ini merdeka. Tadi dengan Pak Bowo (Prabowo Subianto) mau beli yang 138-140 meter frigate," katanya.
Luhut mengatakan kapal yang lebih besar diharapkan bisa memperkuat penjagaan laut Indonesia. Dalam pertemuannya dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pula, Luhut mengatakan pemerintah sepakat untuk memperbanyak kapal patroli di perbatasan. Ia pun meminta agar masalah masuknya kapal China ke perairan di Natuna tidak dibesar-besarkan.