REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi arahan kepada seluruh otoritas untuk bersikap tegas dalam menangani konflik di Perairan Natuna, setelah terjadi pelanggaran batas wilayah dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia oleh kapal Cina yang memasuki wilayah tersebut. Meski begitu, presiden juga menyampaikan prinsip diplomasi damai yang terus dilakukan pemerintah Indonesia.
"Berdasarkan arahan Presiden Jokowi, pemerintah Indonesia bersikap tegas sekaligus memprioritaskan usaha diplomatik damai dalam menangani konflik di perairan Natuna/ 'Tak ada kompromi dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia!'," ujar Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman dalam unggahannya di media sosial, Sabtu (4/1) malam.
Fadjrol merujuk pernyataan yang disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi usai mengikuti rapat koordinasi di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, mengenai 4 (empat) sikap resmi pemerintah RI. Pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Cina di wilayah ZEE Indonesia. Kedua, wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).
Ketiga, Cina merupakan salah satu partisipan dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Cina untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982. Keempat, Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line atau klaim sepihak yang dilakukan oleh Cina yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional terutama UNCLOS 1982.
Sementara itu Menteri Koordinator (Menko) bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengatakan, secara hukum, Cina tidak memilki hak mengklaim Perairan Laut Natuna sebagai wilayah teritori mereka. Ia menegaskan, pemerintah akan melakukan langkah-langkah untuk menjaga kedaulatan negara.
"Kalau secara hukum, Cina tidak punya hak karena Indonesia tidak punya konflik perairan dengan itu (Natuna)," kata Mahfud, dikutip dari siaran pers istana.
Menko Polhukam mengungkapkan, sebelumnya Cina juga pernah memiliki konflik dengan Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Taiwan di Laut Cina Selatan yang telah diakui oleh Southern Chinese Sea (SCS) Tribunal Tahun 2016.
"Keputusannya Cina tidak punya hak atas itu semua dan itu semua konfliknya bukan dengan Indonesia, (tetapi) dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya," ujar Mahfud.
Selain itu, berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 ditetapkan bahwa secara hukum internasional, Perairan Laut Natuna merupakan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia.
"Itu ditetapkan oleh UNCLOS, itu satu unit PBB yang menetapkan perbatasan tentang wilayah air antar negara sudah diputuskan," jelas Mahfud MD.