REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim Hadi Sulistyo mengungkapkan, produksi kedelai Jawa Timur menurun hingga 50 persen dibanding tahun sebelumnya.
Pada 2018, Jatim mampu memproduksi kedelai hingga 0,24 juta ton. Turun menjadi 0,12 juta ton pada 2019. Padahal kebutuhan kedelai Jatim masih sama di angka 0,44 juta ton
Turunnya produksi kedelai Jatim tersebut membuat defisit kedelai semakin melebar. Pada 2019, defisit kedelai Jatim mencapai 0,33 juta ton, dibanding tahun sebelumnya yang hanya 0,20 juta ton.
Hadi mengatakan, salah satu penyebab kurangnya produksi kedelai adalah menyusutnya lahan produksi.
"Selama lima tahun terakhir luas panen turun 10,1 persen, yang membuat produksi menurun 0,83 persen," kata Hadi di Surabaya, Ahad (5/1).
Data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, hingga 2018, luas lahan kedelai di Jawa Timur mencapai 200 ribu hektar, dengan produktivitas 14,44 kuintal per hektar. Rata-rata produksi kedelai di Jatim selama lima tahun terakhir sekitar 301.031 ton ose, sementara kebutuhan konsumsi mencapai 447.912 ton ose.
Menurutnya, penyusutan lahan kedelai ini selaras dengan kurang berminatnya petani menanam kedelai. Ongkos produksi menjadi salah satu faktor. Karena harga jual yang tidak mendukung, maka budidaya kedelai jarang dilakukan pengelolaan tanaman secara terpadu. Sehingga dampaknya kualitas hasil panen kurang optimal.
Sementara di lain sisi, kualitas kedelai impor lebih bagus. Kondisi ini membuat produksi kedelai lokal semakin kurang diminati. "Selain itu risiko hama dan penyakit lebih tinggi ketimbang padi atau jagung," ujar Hadi.
Kendati demikian, pada 2020 Pemprov Jatim mematok target pengembangan produksi kedelai mencapai 254.317 ton. Beberapa langkah dilakukan, seperti kerja sama dengan pihak terkait untuk melakukan perluasan area tanam. Kemudian melakukan pola tumpang sari, serta mendorong industri olahan untuk memanfaatkan kedelai lokal. "Kami mendorong semua pihak memanfaatkan kedelai lokal," kata dia.